๐๐๐ฃ๐๐ญ๐ข๐ง๐ฒ๐, A๐ง๐๐ค K๐๐ง๐๐ฎ๐ง๐ Kolonialisme Adalah "๐๐๐๐๐๐๐!"
Oleh : MAI-P Kota Sorong Raya
Pada tanggal 21 Desember 1965, Majelis Umum PBB mengesahkan Konvensi Internasional tentang Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi Rasial (Convention on the Elimination of All Forms of Racial Discrimination/CERD). Dengan disahkannya konvensi ini, maka konvensi ini menjadi memiliki kekuatan hukum kepada negara anggota yang menandatangani konvensi ini. Pemerintah Republik Indonesia telah menandatangani konvensi ini pada tanggal 25 Mei 1999.
Sebagai tindak lanjut dari diratifikasi nya CERD, maka
Pemerintah Indonesia mengeluarkan Undang-undang No. 40 Tahun 2008 tentang
Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis yang isinya mendukung segala bentuk
penghapusan diskriminasi ras dan etnis. Dalam pasal 7a dan pasal 7c telah
diberikan tanggung jawab pemerintah adalah memberikan perlindungan terhadap
warga negara yang mendapatkan tindakan diskriminasi dan mendukung dan mendorong
penghapusan diskriminasi ras dan etnis.
Sekalipun Indonesia menjadi salah satu negara berkembang yang sudah meratifikasi masalah diskriminasi rasial, dan penghapusan praktek terhadap etnis dan kelompok minoritas.
Namun pada kenyataannya di Negara Kesatuan Republik Indonesia, praktik perlakuan Rasisme masih terus tumbuh subur. Dan yang sangat disayangkan lagi, praktik Rasialisme ini sering dilakukan oleh para Oknum" yang bekerja sebagai Penegak Hukum di Institusi-institusi Penegakan Hukum (TNI-POLRI).
Perlakuan Rasisme yang terjadi terhadap Orang Asli Papua,
tercatat dalam kurun waktu kurang lebih 4 Tahun terakhir; telah terjadi praktik
perlakuan Rasisme yang dilakukan oleh Oknum Penegak Hukum terhadap OAP sebanyak
3 kali, yaitu :
Pertama Perlakuan Rasis yang
dilakukan oleh Oknum Anggota TNI dengan mengatakan "MONYET" kepada
Mahasiswa Papua di Surabaya, pada tanggal 16 Agustus 2019.
Kedua Perlakuan Rasis juga
dilakukan oleh 2 orang Anggota Polisi Militer Angkatan Udara(PM-AU, terhadap
salah seorang warga Papua (penyandang disabilitas) dengan mencekik dan
menginjak leher korban ditepi jalan, di Kabupaten Merauke Papua, pada tanggal
26/07/2021.
Ketiga Lagi-lagi tindakan Rasisme juga dilakukan oleh Oknum Penegakak Hukum (Anggota Kepolisian Resort Sorong Kota), yang mana mengeluarkan surat balasan berupa surat penolakan terhadap rencana Aksi Demonstrasi Damai yang akan dilakukan oleh "Aliansi Selamatkan Hutan Adat & Manusia Papua, pada tanggal 09 Agustus 2023 lalu. Adapaun narasi penulisan dalam surat balasan/penolakan tersebut, berisikan kata yang cenderung Diskriminasi Rasial kepada pihak penyelenggara Aksi Demonstrasi Damai (Aliansi Selamatkan Hutan Adat & Manusia Papua).
Berikut adalah cara penulisan Surat Balasan/Jawaban Surat Pemberitahuan Tidak Diterbitkannya, Surat Tanda Terima Pemberitahuan (STTP) yang merubah dan menyebut ALIANSI SELAMATKAN HUTAN ADAT & MANUSIA PAPUA,menjadi "๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐ & ๐๐๐๐๐๐๐ ๐๐๐๐๐". Perlakuan Rasisme tidak akan pernah berakhir dari Bumi West Papua, sekalipun ada Orang Asli Papua (OAP) yang menjadi Presiden Di Negara Indonesia. Karena di Mata NKRI, setiap Orang Asli Papua akan selalu dilihat sebagai Manusia Primitif,kuno,bodoh,bau, bahkan pula dikatakan menyerupai hewan.
Praktik" Diskriminasi Rasial dan politik adu domba seperti ini sudah menjadi strategi kolonial/penjajah untuk menyingkirkan bangsa pribumi di setiap wilayah jajahannya dan kemudian menguasai tanah adatnya.
Intinya!
Tidak ada masa depan, bagi rakyat bangsa West Papua untuk tetap
bersama-sama dengan negara Indonesia. "Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi
Bangsa West Papua adalah Solusi Demokratis untuk Mengakhiri Perlakuan
Diskriminasi Rasial Diatas Bumi West Papua."
Tidak ada komentar
Posting Komentar