𝐌𝐚𝐬𝐲𝐚𝐫𝐚𝐤𝐚𝐭 𝐀𝐝𝐚𝐭 𝐌𝐨𝐢 𝐝𝐢 𝐖𝐢𝐥𝐚𝐲𝐚𝐡 𝐀𝐝𝐚𝐭 𝐊𝐥𝐚𝐬𝐨 𝐒𝐨𝐫𝐨𝐧𝐠, 𝐓𝐨𝐥𝐚𝐤 𝐈𝐧𝐯𝐞𝐬𝐭𝐚𝐬𝐢 𝐏𝐞𝐫𝐤𝐞𝐛𝐮𝐧𝐚𝐧 𝐊𝐞𝐥𝐚𝐩𝐚 𝐒𝐚𝐰𝐢𝐭

Tidak ada komentar

Masyrakat adat Moi di Sorong, melakukan penolakan investasi kepala sawit di wilayah adat mereka. 

Melalui penandatanganan Petisi pernyataan sikap bersama, Masyarakat Adat Moi (Kelim) di Wilayah Adat Klaso pada (Sabtu, 21 Juni 2025), dengan tegas menolak rencana pembukaan lahan untuk kepentingan perkebunan Kelapa Sawit yang akan dilakukan oleh "PT.Fajar Surya Persada Group" Di Wilayah Adat Klaso.

Pernyataan tegas penolakan terhadap rencana pembukaan lahan untuk perkebunan kelapa sawit oleh PT. Fajar Surya Persada Group merupakan langkah strategis dan krusial dalam membela hak-hak masyarakat adat atas tanah dan sumber daya mereka. Ini adalah bentuk nyata dari perlawanan terhadap sistem ekonomi ekstraktif yang seringkali tidak partisipatif, karena pengambilan keputusan dilakukan tanpa persetujuan masyarakat adat setempat.

Ekspansi perusahaan sawit juga sering mrampas hak ulayat, yang secara hukum dan moral merupakan bagian dari identitas dan keberlangsungan hidup mereka. Dan juga seringkali mengabaikan kedaulatan rakyat atas ruang hidupnya sendiri, demi mengejar keuntungan perusahaan yang besar.

Penolakan ini bukan hanya bentuk proteksi terhadap tanah, tetapi juga terhadap budaya, sistem kepercayaan, relasi ekologis, dan eksistensi kolektif masyarakat adat yang telah diwariskan secara turun-temurun.

Wilayah Adat Klaso secara strategis juga merupakan bagian dari wilayah hutan hujan tropis Papua yang memiliki keanekaragaman hayati tinggi. Pembukaan lahan untuk kepentingan perkebuban Kelapa Sawit secara besar-besaran tentu saja akan menghilangkan habitat satwa endemik Papua di wilayah Adat tersebut, dan juga dapat merusak siklus air alami dan mempercepat erosi tanah yang berpotensi menyebabkan lonjakan emisi karbon dari hilangnya tutupan hutan.

Penggunaan pestisida dan pupuk kimia dalam sistem monokultur sawit akan meracuni tanah dan air. Aktivitas mekanisasi akan mempercepat kerusakan struktur tanah dan memicu banjir saat musim hujan tiba.

Sungai dan mata air yang menjadi sumber air minum dan kebutuhan sehari-hari masyarakat akan terkontaminasi atau mengering akibat perubahan tata guna lahan. Pembukaan lahan besar berkontribusi pada penurunan kualitas air, bahkan krisis air bersih bagi masyarakat setempat.

Pernyataan sikap Masyarakat Adat Moi (Kelim) adalah langkah penting dalam mempertahankan kedaulatan ekologis dan kultural atas tanah leluhur mereka. Penolakan terhadap PT. Fajar Surya Persada Group adalah bentuk resistensi terhadap kapitalisme ekstraktif yang menghancurkan alam demi keuntungan sesaat.

Proyek sawit bukan hanya ancaman ekologis, tapi juga ancaman eksistensial terhadap masyarakat adat. Oleh karena itu, perlawanan ini harus didukung oleh gerakan solidaritas yang lebih luas — baik di tingkat nasional maupun internasional — serta menjadi panggilan moral untuk merevisi total model pembangunan yang merusak.

"𝙎𝙚𝙡𝙖𝙢𝙖𝙩𝙠𝙖𝙣 𝙏𝙖𝙣𝙖𝙝 𝘼𝙙𝙖𝙩 & 𝙈𝙖𝙣𝙪𝙨𝙞𝙖 𝙋𝙖𝙥𝙪𝙖"


Tidak ada komentar

Posting Komentar