Kapolres Sorong Harus Bertanggung Jawab Dan Segera Mengundurkan Diri Atas Ujaran Rasisme

Tidak ada komentar
Foto Ilustrasi Rasisme '' Massa Komite Mahasiswa Anti Rasisme, Kapitalisme, Kolonialisme dan Militerisme berunjuk rasa sembari berjalan menuju Istana Merdeka, Jakarta, Rabu, 28 Agustus 2019. Dalam aksi itu, mereka menuntut referendum. TEMPO/Subekti.


Atas Nama Rakyat Papua Kota Sorong yang menjadi korban diskriminasi rasial dengan ini mengecam upaya-upaya dari pihak Kepolisian untuk menenggelamkan isu rasisme yang sedang terjadi di Kota Sorong terhadap aliansi selamatkan tanah adat dan manusia Papua dalam melakukan aksi memperingati hari masyarakat adat internasional atau masyarakat adat sedunia pada tanggal 9 Agustus 2023. Yang di mana ujaran diskriminasi rasial tertuang di dalam surat penolakan diterbitkannya STTP. Dengan menyebut" aliansi selamatkan tanah adat dan MANUSIA PURBA" .

Sejauh ini kami melihat upaya-upaya dari pihak kepolisian dalam menenggelamkan isu rasisme tersebut.


Berikut kronologi dari upaya-upaya kepolisian untuk meredupkan isu rasisme yang menjadi musuh bersama umat manusia :
Pertama. Pada saat aksi 9 Agustus 2023 memperingati hari masyarakat adat sedunia di kantor gubernur Papua Barat Daya, pihak Kepolisian mendapat kritikan dari masa aksi terkait diskriminasi rasial yang dilakukan oleh anggota Polresta Sorong lewat surat penolakan diterbitkannya STTP.

Setelah mendapat kritik terbuka dan setelah aksi berakhir pihak Kepolisian lalu datangi massa aksi untuk meminta maaf dengan mengatakan human error yang terjadi sehingga atas nama kepolisian Resort Kota Sorong kami meminta maaf namun, secara sikap massa aksi yang mendapat perlakuan diskriminasi rasial merasa persoalan rasisme persoalan semua manusia yang harus di perangi sampe ke akar-akar. Jadi bukan persoalan kelalaian lalu meminta maaf. Massa aksi lalu meninggalkan pihak kepolisian dari titik aksi.

Kedua. Pada tanggal 9 dan 10 Agustusnl 2023. Melalui Intelkam Polresta Sorong, pihak kepolisian Terus berusaha menelpon kawan-kawan dari Massa aksi untuk bertemu diantaranya kawan Apei, kawan Reynhard namun secara sikap kawan-kawan yang dihubungi tidak mengindahkan kemauan dari pihak kepolisian untuk bertemu sebab kawan-kawan tidak bisa mengambil keputusan sepihak dalam menyelesaikan persoalan rasisme karena persoalan rasisme adalah persoalan semua manusia yang harus diperangi sampai ke akar-akarnya.

Ketiga. Pada tanggal 10 Agustus 2023. Melalui media Sorong Kompas TV. Wakapolresta Sorong kota dan Kasat Intel polresta Sorong Kota.
Kedua pejabat polresta Sorong kota tersebut menyampaikan tidak ada unsur kesengajaan dalam penerbitan surat tersebut melainkan hanya karena kesalahan pengetikan.

Keempat. Masih pada tanggal yg sama 10 Agustus 2023. Melalui media Papua Barat Pos. Kapolresta Sorong Kota juga menyampaikan permohonan maaf dan menghimbau kepada seluruh masyarakat untuk tidak terprofokasi demi menjaga situasi kamtibmas tetap aman dan kondusif.

Kelima. Pada tanggal 10 Agustus 2023. Polresta Sorong Kota mengundang tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat, dan tokoh pemuda dalam rangka menjaga Kamtibmas wilayah Kota Sorong di restoran layar Gading Kampung Baru.

Keenam. Pada tanggal 12 Agustus 2023. Polresta Sorong Kota mengundang kembali tokoh agama, tokoh masyarakat, tokoh adat dan tokoh pemuda. Dengan agenda yang sama yaitu menjaga kamtibmas Kota Sorong yang bertempat di gedung Lambertus Jitmau kompleks kantor Walikota Sorong. Dalam pertemuan yang dihadiri Kapolda Papua Barat. Penegasan Kapolda Papua Barat dalam pertemuan tersebut mengatakan mungkin saat itu anggota yang mengetik kurang teliti karena dalam dalam komputer ada program predictive text, sehingga tanpa dicek langsung di print dan juga pimpinannya mungkin kurang teliti.

Menyikapi upaya Kepolisian dalam menenggelamkan isu rasisme yang menjadi musuh bersama umat manusia perlu kami sampaikan ke publik untuk diketahui bersama rasisme itu lahir karena adanya penjajahan.

Terkait diskriminasi rasial yang terjadi terhadap aliansi selamatkan tanah adat dan manusia Papua yang melakukan aksi memperingati hari masyarakat adat internasional tidak terlepas dari pembungkaman ruang demokrasi secara masif dan berkelanjutan oleh aparat kepolisian dalam setiap aksi demonstrasi damai. Pembungkaman ruang demokrasi pada tanggal 9 Agustus 2023 melalui surat penolakan tidak diterbitkannya STTP kepada masyarakat adat di Sorong juga dilakukan kepada masyarakat adat di Merauke yang memperingati hari masyarakat adat sedunia.

Masyarakat adat Papua di Merauke yang dilarang melakukan aksi demonstrasi damai namun, mereka hanya melakukan diskusi di rumah. Itupun masih di bubarkan oleh aparat negara yaitu TNI/POLRI. Menurut informasi yang kami dapat dari Merauke, pembungkaman ruang demokrasi disana terlalu masif. Jangankan melakukan demonstrasi, diskusi pun dibubarkan, memakai gelang ataupun kaos yang bermotif bintang kejora di suruh lepas oleh aparat TNI/Polri.

Untuk itu poin penting yang harus diperhatikan oleh negara Indonesia yang menjajah West Papua dan kepolisiannya adalah tidak melihat persoalan rasisme adalah persoalan yang dapat di selesaikan hanya dengan meminta maaf serta klarifikasi-klarifikasi dengan mengundang tokoh-tokoh yang tidak punya kontribusi dalam dalam menyelamtkan manusia Papua yang sudah hampir punah diatas tanahnya sendiri namun dengan pola pikir yang pragmatis ikut menindas rakyatnya sendiri.

Tetapi yang paling penting negara penjajah Indonesia melihat rasisme dan pembungkaman ruang demokrasi dalam menjajah Papua yang semakin tumbuh subur dan persoalannya itu harus diselesaikan dari akar-akarnya.

Maka kami rakyat Papua yang di katakan manusia purba secara sikap menuntut :
1. mendesak Agar pihak kepolisian Tidak lagi membungkam ruang demokrasi di sorong (secara khusus) maupun seluruh tanah papua secara umum karena demonstrasi damai Sudah dijamin dalam UU dan konstitusi Internasional.

2. Kapolres Sorong Harus bertanggungjawab & segera mengundurkan diri / dipecat karena Hal yang dilakukan anggotanya Telah mencederai nilai-nilai kemanusiaan.

3. Untuk mengakhiri segala bentuk bentuk penjajahan yang kami alami selama berada bersama NKRI. Segera berikan hak menentukan nasib sendiri sebagai solusi demokratis bagi Rakyat Bangsa Papua.

Tidak ada komentar

Posting Komentar