ALIANSI MAHASISWA PEMUDA DAN RAKYAT PAPUA SELATAN
(AMPERA PS)
Perihal ini tergambar dan diekspresikan dalam berbagai film-film pada Festival Film Papua 2017, yang sedang berlangsung. Di Kabupaten Meruke dan Kabupaten Boven Digoel, pemerintah telah menerbitkan izin-izin investasi perkembunan dan hutan tanaman industri dalam skala luas.
Keberadaan kebijakan dan aktivitas investasi hanya berbasiskan pada model besar swasta,teknologi dan organisasi modern, yang dalam praktiknya telah mengabaikan hak-hak orang Asli papua, membatasi dan menghilangkan akses masyarakat atas ruang hidupnya,terjadi konflik dan disharmoni secara horisontal, kekerasan dan pelanggaran HAM, serta kerusakan lingkuangan yang luas.
Seperti diketahui, beberapa waktu lalu telah berlangsung pertemuan stakeholder yang dihadiri oleh pemerintah Kabupaten Merauke, BovenDioel, PT Korindo Group dan mereka yang menyatakan diri sebagai perwakilan masyarakat adat dari Merauke dan Boven Digoel Jakarta,yang membicarakan tentang tidak bisa dibukanya lahan plasma masyarakat karena LSM mengeluarkan moratorium.
Kepala Kampung Nakias,Bapak Melkior Wayoken berpendapat, ada gunanya manipulasi surat pernyataan dari oknum-oknum yang mengatasnamakan masyarakat adat dan pemerintah kampung Nakies, Tagaepe,dan lhalik.menurut Bapak Melkior, ada oknum aparat kampung Nakias yang menyamar jadi kepala kampung dan menandatangani surat pernyataan lalu pakai cap pemerintah kampung Nakias. “Pernyataan ini dibuat tanpa pengetahuan saya sebagai hal ini boleh terjadi karena negara negara Ilalai dalam mengormati dan melindungi hak-hak orang asli papua,belum memungkinkan tercapainya kesejahteraan rakyat dan terwujudnya penegakan hukum,sebagaimana tertuang dalam konstitusi dan peraturan perundang-undangan,seperti UU Otonomi Khusus (pasal 42 dan 43),jelas Franky.
Perjuangan Masyarakat adat di wilayah adat Ha-Anim berjuangan melawan korporasi yang menghimpit hak hidup mereka. Suku Awyu di PTUN Jakarta dan PTUN Jayapura masih berjuang walaupun mereka belum mendapatkan keadilan atas hak mereka sebagai tuan diatas tanah adat mereka. Walaupun tidak merasa adil mereka masih tetap mencari keadilan terutama melakukan banding, impian mereka hanya satu yakni tanah adat mereka kembali kedalam genggaman tangan mereka sehingga mereka membutuhkan suara berupa dukungan suport dari kami di wilayah Ha-Anim agar bisa menyuarakan dan membebaskan tanah milik Suku Awyu dan juga milik Masyarakat Malind Dek Maam di Kabupaten Merauke.
Masyarakat pribumi wilayah Ha-Anim sangat menyatu dengan alam hutan tanah leluhurnya mereka. Sehingga untuk mempertahankan hak miliknya masyarakat saat ini membutuhkan pertolongan campurtangan dari kita sekalian guna memberikan jaminan pengakuan dari kita semua sebagai aliansi. Karena Masyarakat di wilayah Ha-Anim sadar bahwa tanpa tanah adat dan hutan adat, masyarakat pribumi di wiyah Ha-Anim tidak bisa bertahan hidup.
Pada Prinsipnya hak masyarakat adat serta tradisi dan seluruh alam ciptaannya yang terdiri dari berbagai macam unsur hara merupakan satu kesatuan yang tidak bisa dapat di pisahkan oleh makhluk hidup lainnya. Karena Secara Antropologi budaya setiap suku dan bangsa di muka bumi ini memiliki aturan kebudayaannya yang berbeda-beda tergantung topografi wilayahnya. Sehingga dalam kesempatan ini juga hak pribumi masyarakat di wilayah Ha-Anim Khususnya masyarakat Suku Awyu & masyarakat Malind Dek-Maam mempunyai keaslian prinsip tersebut yakni saling memberi manfaat antara alam dan manusia di dataran rendah wilayah pribumi Ha-Anim Papua.
Guna Mensuport masyarakat pribumi Wilayah Ha-Anim di Kabupaten Boven Digoel Distrik Mandobo & Distrik Fofi yang sampai hari ini hak sulungnya telah di rampas oleh beberapa korporasi sawit serta mensuport hak sulung masyarakat Pribumi Malind Dek di Maam dalam satu semangat solidaritas untuk mendesak semua perusahaan dan lembaga-lembaga structural pemerintahan dalam memanipulasi hak-hak masyarakat pribumi dapat kami desak agar transparan dalam menerapkan nilai-nilai Pancasila.
Sebagai Warga Negara yang satu dan Luhur kami sama-sama wajib memperjuangankan Hak-hak masyarakat pribumi wilayah adat Ha-Anim sehingga dengan itulah kita bisa menjaga bumi ini dari ancaman iklim yang berubah ulah akibat dari penebangan hutan dalam skala besar di beberapa wilayah pribumi masyarakat Ha-Anim. Untuk mendukung Perlawanan Masyarakat di Wilayah Pribumi Ha-Anim kami tidak bisa jalan sendiri, kami membutuhkan kawan-kawan sekalian dalam proses advokasi hak-hak masyarakat pribumi di wilayah Ha-Anim. Dalam melakukan upaya-upaya penyelamatan ha katas tanah dan hutan khususnya di kalangan suku Awyu yang hingga saat ini belum bias mendapatkan keadilan yang semestinya. Guna menyikapi dan mensuport beberapa suku hari in yang terdampak oleh konsesi lahan perkebunan sawit beberapa akibat korporasi dan oligraki yang menguasai tanah dan hutan masyarakat pribumi tersebut.
Hutan merupakan bagian terpenting bagi keberlangsungan hidup manusia, termasuk masyarakat adat di kabupaten boven digoel dan Kabupaten Merauke, Papua selatan. Manfaat hutan bagi Masyarakat adat Papua dirasakan secara langsung oleh masyarakat pribumi sebagai sumber kehidupan, sebagai apotik yang menyediakan obat-obatan alami dan juga sebagai supermarket. Hutan juga menyediakan segala kebutuhan manusia yang dapat digunakan secara cuma-cuma. Bagi masyarakat adat Papua, hutan memiliki kedekatan filosofis dengan perempuan. Pada rentang waktu 2001-2019, kehancuran hutan - hutan di Merauke berada pada urutan tertinggi di Provinsi Papua. Oleh karena itu, kami yang tergabun dalam Aliansi Mahasiswa Pemuda dan Rakyat papua Selatan (AMPERA PS) ini bertujuan untuk mendorong aspirasi kami sebagi generasi yang mengalami dampak dari krisis hutan terhadap masyarakat Adat Papua terlebih khusus perempuan adat di Boven Digoel dan Merauke.
Kami generasi yang sadar ini juga bermaksud untuk melihat proses terjadinya krisis hutan, serta hasil dan kesimpulan yang kami sendiri alami. kami melihat bahwa krisis hutan yang terjadi di Merauke rata-rata disebabkan oleh pembukaan perkebunan yang didominasi oleh kelapa sawit. Dampaknya terhadap masyarakat adat yang di dalamnya termasuk kaum perempuan. Kaum perempuan sendiri selalu mengalami penindasan dalam mempertahankan tanah adat mereka,kekerasan-kekerasan tersebut juga menjulur kepada pelanggaran hak-hak masyarakat adat, beban ganda yang semakin berat hingga ancaman kemiskinan, kelaparan dan penyakit hal ini disebabkan karena hilangnya sumber-sumber mata pencaharian, sumber-sumber obat-obatan dan sebagainya. Dalam hal ini, kami menilai bahwa kebijakan pemerintah khususnya pemerintah daerah dinilai belum maksimal untuk mengatasi permasalahan tersebut. Apa yang hari ini dialami oleh masyarakat pribumi di wilayah lain, tidak berbeda dengan hari ini suku-suku asli yang mendiami tanah papua secara umum. Di sisi lain pemerintah pusat dengan seenaknya mengeluarkan beragam kebijakan untuk menghadirkan investor dan investasi kemudian mendesak pemerintah daerah untuk mengeluarkan berbagai perijinan tanpa sepengetahuan masyarakat pribumi itu sendiri.
Kami aliansi berpandangan bahwa eksistensi dan tatanan Hak-hak masyarakat adat diganggu serta mulai dialifungsikan saat proses penyerahan wilayah administrasi dari pemerintah Belanda kepada UNTEA pada 1 oktober 1962 untuk selanjutnya di serahkan secara administratif pula kepada pemerintah Indonesia. Oleh sebab itulah secara administratif, hak-hak masyarakat adat tidak diakomodir dengan baik oleh pemerintah itu sendiri bahkan sampai dengan dihadirkannya otonomi khusus pertama dan kemudian dilanjutkan dengan otonomi khusus kedua, tidak lain adalah agar pemerintah pusat dan pemerintah daerah terus merampok tanah-tanah adat masyarakat pribumi. Hal ini menjadi kenyataan ketika pemerintah tidak mengundangkan Undang-Undang Masyarakat Adat tetapi, lebih memilih mengundangkan Undang-Undang Cipta Kerja (Omnibus Law) efek dari kebijakan pemerintah untuk melakukan percepatan pembangunan khususnya di Papua Selatan ini menyebabkan wilayah adat kami dieksploitasi secara besar-besaran dalam skala luas terutama di wilayah adat Ha-Anim Selatan Papua.
Memasuki Era Reformasi baru, berbagai kebijakan yang dirancang oleh pemerintah pusat selebihnya orang Papua yang terdampak sendiri terlebih khusus masyarakat adat sendiri yang hari ini tanah adatnya dieksploitasi oleh perusahan-perusahaab asing dan tidak dirasakan dengan baik terutama setiap kebijakan yang diberlakukan memalui stakeholder pemerintahan terkait, dipaksakan menerima otonomi Khusus (OTSUS) dengan alasan menjamin hak-hak masyarakat adat Papua namun sebaliknya fakta berkata lain di lapangan malahan masyarakat adat yang terancam hak wilayah adat mereka seperti yang terjadi pada masyarakat adat Awyu di Distrik Fofi dan Distrik Mandobo serta masyarakat adat Malind di Merauke terlebih khusus Masyarakat Malind Deek.
Pemberlakukan Undang-undang Otonomi khusus yang mana tidak dapat memberikan jaminan terhadap hak-hak masyarakat adat secara khusus dalam perlindungan hak-hak kolektif masyarakat yang terdampak akibat dari konsesi perusahaan sehingga tanah dan hutan masyarakat adat bisa dengan mudah dialih fungsikan oleh pihak-pihak yang bukan pemilik hak ulayat tersebut. Secara umum, Maysrakat adat sangat identik dengan prinsip mempertahankan hutan untuk bertahan hidup selain itu terdapat kesakralan dan kekayaan budaya lainnya didalam hutan-hutan adat tersebut. Sehingga adat beberapa hal yang selalu dilakukan oleh masyarakat adat diatas tanah dan hutan adat mereka yaitu dengan menerapkan sistem sasi dan serta mempertahankan sungai mereka.; namun fakta yang terjadi hari ini adalah pemerintah secara sepihak mengeluarkan ijin-ijin tanpa melibatkan atau berkoordinasi baik dengan masyarakat adat, seperti yang dialami oleh masyarakat adat Awyu dan Masyarakat adat Ninati di Kabupaten Boven Digoel Papua Selatan.
Dampak dari itu semua telah merusak tatanan adat dan eksistensi masyarakat adat Papua. Oleh sebab itu, kami yang tergabung dalam, Aliansi Mahasiswa Pemuda dan Rakyat Papua Selatan (AMPERA PS) kami menilai bahwa pemerintah pusat dan pemerintah daerah provinsi papua serta pemerintah kabupaten tidak memiliki niat baik untuk melindungi masyarakat adat dari ancaman investasi yang merusak tempat berkembang-biaknya ekosistem dan tempat-tempat yang mempermudah perekonomian masyarakat adat hal ini terbukti dengan ijin-ijin yang dikeluarkan secara sepihak oleh pemerintah sehingga mempermudah system perampokan dan perampasan atas tanah-tanah adat masyarakat khususnya masyarakat adat Papua.
Walaupun masyarakat adat memiliki jaminan mutlak dan ha atas tanah mereka tetapi, negara melalui undang-undang dasar 1945 pasal 18 bahwa negara mengakui masyarakat hokum adat sejauh mereka tidak bertentangan dengan negara namun di pasal lainnya negara mengklaim bahwa “ tanah, air, udara adalah milik negara. Hal ini menjadi tanda Tanya bagi masyarakat adat yaitu apakah negara memiliki niat baik terhadap rakyat khususnya masyarakat adat? sebab kita sadari bahwa cara negara mengambil tanah rakyatnya adalah dengan memberikan ijin-ijin usaha yang mana setelah masa kontrak berakhir status tanah yang dikontrak akan menjadi lahan tak bertuan yang akan diambil ahli secara otomatis untuk kepentingan negara.
Kami sebagai representasi masyarakat adat yang bersolider dan beraliansi serta yang peduli terhadap tanah-tanah adat diatas tanah datar wilayah adat ha-anim menilai bahwa telah terjadi cacat hokum didalam putusan yang di ambil oleh hakim saat memberikan keputusan yang benar-benar tidak adil terhadap masyarakat hokum adat awyu. Bila di telusuri secara saksama dapat dilihat bahwa alat bukti berupa kesaksian dan dokumen yang di tampilkan oleh masyarakat hokum adat awyu sebenarnya merupakan bukti yang tidak dapat di pungkiri namun, hakim tanpa mempertimbangkan alat bukti, kesaksian secara hokum memutuskan bahwa masyarakat hokum adat awyu salah dan pihak yang benar adalah pihak perusahaan PT. Indo Asiana Lestari. Di sisi lain, dapat kami simpulkan bahwa hokum yang berlaku di negara Indonesia bukan hanya tidak adil tetapi, hokum juga sangat rasis dan diskrimnasi terhadap masyarakat adat papua. Indonesia sebagai negara hokum hari ini berubah menjadi negara investasi dimana kekuatan hokum tidak dapat memberikan jaminan dan perlindungi kepada rakyat secara hakikat hokum itu sendiri. Perlu di ketahui oleh public bahwa saat ini di papua, hokum di jadikan sebagai alat untuk negara secara semena-mena melakukan rasisme terhadap masyarakat papua. Rasisme dan diskriminalisasi hokum yang dialami oleh masyarakat papua meliputi bidang sipol dan ekosob dimana dimata negara Indonesia, yang salah adalah rakyat danyang menang adalah pihak negara dan antek-antek kepentingan negara itu sendiri.
Cacatnya hokum di papua membuktikan bahwa negara memiliki andil dan kepentingan yang sangat besar untuk menguasai dan menyingkirkan masyarakat hokum adat dari atas tanah-tanah adat mereka, memargilnalkan rakyat sendiri serta menciptaka ketergantungan, kemiskinan yang systematis dan structural agar masyarakat hokum adat terus bergantung kepada negara yang seolah-olah berdiri sebagai pahlawan. Salah satu contoh konkret yang kami lihat berdasarkan analisis investigasi kami yaitu negara memenangkan PT. indo asiana lestari dan memojokkan masyarakat hokum adat awyu kemudian mengeluarkan kebijakkan baru yakni perijinan terhadap perusahaan tebu asal brazil dengan cakupan 1 juta hektar tanah di lain sisi juga pemerintah melakukan pelelangan migas di agimuga timika secara sepihak sementara beragam persoalan di bidang lingkungan hidup yang timbul akibat kebijakan dan operasi investasi dan investor di papua yang berdampak sangat buruk terhadap masyarakat hokum adat di papua mulai dari pembongkaran hutan dalam skala luas, deforestasi secara besar-besaran, peembakaran hutan secara liar hingga kasus stunting dan kurang gizi yang dialami oleh masyarakat hokum adat di papua khususnya di wilayah-wilayah sekitaran konsesi perusahaan beroperasi namun, tidak perna ada upaya maupun hokum jerah yang diberikan kepada perusahaan oleh negara.
Melihat beragam persoalan yang timbul karena kebijakan-kebijakan dan program-program percepatan pembangunan yang digalangkan untuk wilayah papua tanpa kordinasi yang baik dan komunikasi yang interaktif kepada masyarakat hokum adat dan tidak adanya keberpihakan hokum yang seolah-olah telah menjadi langkah terhadap masyarakat hokum adat berdasarkan bukti-bukti fisik dan fakta-fakta yang akurat maka, kami ; badan eksekutif mahasiswa seluruh Indonesia wilayah Maluku-papua, badan eksekutif mahasiswa universitas negeri musamus, badan eksekutif mahasiswa sekolah tinggi ilmu administrasi karya darma merauke, masyarakat adat independe papua komite kota merauke, himpunan mahasiswa islam cabang merauke, ikatan mahasiswa/I boven digoel, ikatan keluarga besar kampong sabon, sanggar ahqhumintah dan pribadi-pribadi yang turut beraliansi bersama didalam AMPERA PS dengan memohon ijin dan restu dari Leluhur Tanah Adat Papua dan Tuhan Yang Maha Esa, kami AMPERE PS menyatakan dengan tegas pernyataan sikap kami ;
1. Kami Mendukung penuh masyarakat Adat Awyu dan mendesak pemerintah segera cabut ijin usaha PT. Indo Asiana Lestari di Kabupaten Boven Digoel distrik Mandobo dan Distrik Fofi.
2. Kami mendukung penuh tim koalisi hukum masyarakat adat awyu untuk melakukan sidang banding.
3. Mendesak pemerintah Provinsi Papua untuk menghentikan kerja sama lintas internasional dengan memberikan ijin kepada investor-investor asing khususnya investor asal perancis tanpa sosialisasi kepada masyarakat hokum adat.
4. Pemerintah Provinsi Papua dan Pemerintah Provinsi Selatan dilarang keras mengeluarkan ijin-ijin secara sepihak diatas seluruh tanah adat Papua dan khususnya Wilayah Adat HA-ANIM dan secara khusus mengecam PJ. Gubernur papua selatan yang telah membuka peluang kepada investor asing asal perancis.
5. Kami Ampera PS mendesak dengan tegas pemerintah Republik Indonesia untuk segera tutup perusahan-perusahan asing yang beroperasi diatas tanah Papua mulai dari PT. freeport, miffe, food estate, kek, LNG Tanggul, bendungan kali-muyu, pertambangan ilegal, dan hentikan perencanaan operasi perusaan blok wabu di Intan Jaya.
6. Tarik TNI/POLRI Organik dan Non organik di seluruh tanah Papua.
7. Hentikan Operasi Militer di Kab Nduga, Intan Jaya Yahukimo, Maybrat, Timika, Pegunungan Bintang dan seluruh tanah Papua.
8. Stop mengkriminalisasi Aktivis Masyarakat adat.
9. Mengecam setiap intimidasi dan tindakan kekerasan fisik oleh Aparat keamanan terhadap Masyarakat Adat di wilayah Adat mereka, termasuk masyarakat Adat Awyu yang sedang Berjuang dan mendukung penuh sidang banding yang hendak dilakukan.
10. Mendesak oknum-oknum yang berusaha mengekang masyarakat Adat Awyu untuk membatalkan proses persidangan banding
11. Menolak dengan tegas pelelangan Migas di tanah adat Agimuga, Timika
12. Menolak dengan tegas pembukaan satu juta hektar perusahaan tebu di merauke.
13. Pemerintah segera sahkan RUU Masyarakat Adat.
Demikian Pernyataan sikap kami, semoga di maklumkan dan menjadi perhatian serius kita semua.
Merauke,20 November 2023
(SORYMO OAGAY)
KOORD. AMPERA PS
Narahubung I : (Kordinator Ampere Ps)
Narahubung II : 082399809919 (Jubir Ampere Ps)
Mengetahui:
1. Ketua BEM UNMUS
2. Ketua MAI-P Komite Kota Merauke
3. Ketua IKBS
4. BEM SI Wilayah Maluku-Papua
5. BEM STIA KD
6. IMADI
7. HMI CABANG MERAUKE
8. SANGGAR AHQHUMINTAH
Tidak ada komentar
Posting Komentar