Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Sejarah. Tampilkan semua postingan

๐Ž๐ฉ๐ž๐ซ๐š๐ฌ๐ข ๐Œ๐ข๐ฅ๐ข๐ญ๐ž๐ซ Dan ๐๐ž๐ฅ๐š๐ง๐ ๐ ๐š๐ซ๐š๐ง ๐‡๐€๐Œ ๐๐ข ๐๐š๐ฉ๐ฎ๐š

Gambar Operasi Militer Di Papua (Ilustrasi Google)

Operasi Militer Kolonialisme Indonesia Di Papua 
Oleh Masyarakat Adat Merdeka Papua (MAI-P)

Operasi militer adalah tindakan yang dilakukan oleh angkatan bersenjata suatu negara dalam rangka mencapai tujuan strategis, baik dalam konteks:
• Operasi Militer untuk Perang (OMP): Melibatkan konflik bersenjata terbuka.

• Operasi Selain Militer Perang (OMSP): Seperti misi perdamaian, bantuan bencana, pengamanan wilayah, atau penanggulangan terorisme.

Melaksanakan operasi militer bukan sekedar keputusan militer, tetapi merupakan proses politik dan hukum yang melibatkan banyak pihak dan kepentingan. Negara demokratis seperti Indonesia mewajibkan adanya kontrol sipil atas militer, terutama melalui persetujuan Presiden dan DPR, agar penggunaan kekuatan senjata tetap sah, proporsional, dan bertanggung jawab.

Berdasarkan UU No. 34 Tahun 2004 tentang TNI, Fungsi dan tugas TNI, termasuk pelaksanaan operasi militer untuk perang dan selain perang harus mendapat persetujuan politik negara, dalam hal ini Presiden dan DPR, terutama jika melibatkan Pengerahan pasukan ke luar negeri, dan operasi besar dalam negeri yang berdampak pada hak-hak sipil.

Jika pemerintah atau TNI melakukan operasi militer tanpa persetujuan sah, maka dapat dianggap inkonstitusional, berpotensi menimbulkan krisis politik, dan dapat digugat oleh DPR atau Mahkamah Konstitusi karena berpotensi menimbulkan pelanggaran HAM.

Dalam Konteks Papua, operasi militer di Papua secara resmi tidak dinyatakan sebagai "operasi militer untuk perang", namun banyak unsur pelibatan militer yang intensif dan sistematis, terutama untuk mengatasi gerakan perlawanan bersenjata pro kemerdekaan Papua (TPNPB-OPM).
Pemerintah mengklaim ini adalah bagian dari penegakan hukum dan keamanan nasional, namun kritik terhadap pelanggaran HAM, pelanggaran transparansi, dan minimnya partisipasi DPR menjadikan sorotan domestik dan internasional.

Sejak Operasi Trikora (1961), Papua menjadi wilayah konflik yang menyaksikan berbagai bentuk pelanggaran HAM berat, mulai dari pembunuhan warga sipil di luar hukum, penghapusan paksaan, penyiksaan, penipuan, kekerasan seksual, dan pemindahan paksaan warga sipil, serta penangkapan sewenang-wenang terhadap aktivitasme.

Menurut laporan Amnesty International, KontraS, Komnas HAM, serta pengakuan korban, pelanggaran-pelanggaran ini seringkali dilakukan tanpa akuntabilitas hukum.

Akibat banyaknya Operasi Militer Indonesia di Papua, akhirnya Masyarakat Papua hidup dalam ketakutan permanen terhadap aparat bersenjata. Anak-anak mereka tumbuh dalam lingkungan konflik bersenjata, dan kekerasan dipandang sebagai hal yang biasa.

Stigmatisasi terhadap orang Papua sebagai "separatis" atau "musuh negara" memperparah alienasi sosial dan psikologis. Trauma kolektif ini kemudian diturunkan lintas generasi, menghambat proses pembangunan masyarakat Papua yang sehat secara mental.

Dampak dari Operasi Militer di Papua, membuat banyak masyarakat terpaksa meninggalkan kampung halamannya karena wilayah mereka dijadikan lokasi operasi militer, dan juga ruang sosial dan adat terganggu oleh kehadiran aparat militer di sekolah, gereja, dan pasar.
Tradisi lokal memudar karena ketakutan, pengungsian, dan gangguan aktivitas budaya. Banyak masyarakat adat yang mulai kehilangan rasa memiliki terhadap tanah dan identitas budayanya.

Operasi juga Militer merupakan bentuk pemiskinan sistemik karena terhentinya aktivitas ekonomi masyarakat kampung. Militerisasi membuka jalan bagi eksploitasi sumber daya alam (tambang, logging, sawit) yang tidak menguntungkan masyarakat lokal dan hasilnya menetapkan Papua tetap menjadi provinsi termiskin di Indonesia, meskipun kaya sumber daya.

Pengiriman pasukan untuk Operasi Militer di Papua juga sering menjadi alat pemukul yang efektif bagi Aktivis dan demokrasi di Papua. Aktivis damai selalu ditangkap atau diintimidasi, ekspresi politik direspons dengan kekuatan militer. Karena Militerisasi terus membungkam ruang sipil dan demokrasi lokal.

Operasi militer yang sangat masif, tentu saja membatasi akses media dan pemantau independen ke Papua, dan ini tentu saja memberikan transparansi dan akuntabilitas.
Masyarakat internasional menilai Papua sebagai wilayah yang dilindungi dan dilindungi, merusak citra Indonesia di mata dunia.

PBB dan organisasi HAM internasional beberapa kali melakukan pencarian independen, namun aksesnya sering ditolak oleh pemerintah Indonesia.

Hingga hari ini, pengiriman atau penambahan pasukan dan operasi militer masih sangat masif dilakukan pemerintah Indonesia diatas tanah Papua.

Beberapa lembaga penting yang melakukan pemantauan terhadap operasi militer Indonesia di Papua, menyebutkan bahwa informasi jumlah pengungsi akibat operasi militer dan konflik bersenjata antara TNI-POLRI dan TPNPB-OPM, per September 2024 hingga Mei 2025, diperkiraan mencapai 80 - 90.000 pengungsi.

Berikut adalah beberapa daftar Operasi Militer Indonesia diatas tanah Papua, sejak 1961 hingga hari ini :

1. OPERASI TRIKORA( 1961 -1962)
2. OPERASI JAYAWIJAYA( 1963 - 1965)
3. OPERASI WISNUMURTI ( 1963 -1965)
4. OPERASI SADAR ( 1965)
5. OPERASI BHARATA YUDHA( 1966 - 1967)
6. OPERASI WIBAWA ( 1967)
7. OPERASI PEPERA ( 1961 - 1969)
8. OPERASI TUMPAS ( 1967 -1970)
9.OPERASI PAMUNGKAS ( 1971 - 1977)
10. OPERASI KOTEKA ( 1977 - 1978)
11. OPERASI SENYUM (1979 - 1980)
12. OPERASI GAGAK 1 ( 1983 - 1986)
13 OPERASI KASUARI 1 ( 1986 - 1987)
14. OPERASI KASUARI 2 ( 1988 - 1989)
15. OPERASI KASUARI 3 ( 1989 - 1990)
16. OPERASI RAJAWALI 1 (1989 - 1990)
17. OPERASI RAJAWALI 2 ( 1990 - 1995)
18. OPERASI SADAR MATOA 1( 1998 -2000)
19. OPERASI SADAR MATOA 2 ( 2001 - 2004)
20. OPERASI SADAR MATOA 3 ( 2004 - 2005,)
21. OPERASI DAMAI KARTENS 1( 2005 - _ 2009)
22. OPERASI DAMAI KARTENS 2 ( 2009 - 2015)
23. OPERASI DAMAI KARTENS 3 ( 2015 - 2020)
24. OPERASI DAMAI KARTENS 4 ( 2020 - 2025).

Berdasarkan uraian tentang Operasi Militer dan pelanggaran HAM diatas, maka kami mengeluarkan beberapa poin yang menjadi tuntutan kami kepada Nemerintah Negara Republik Indonesia, sebagai berikut :

1. Segera menarik pasukan militer Organik dan non-organik (TNI dan Brimob) dari seluruh wilayah Papua, terutama dari wilayah-wilayah konflik seperti Nduga, Intan Jaya, Pegunungan Bintang, dan Yahukimo.

2. Menghentikan status militerisasi Papua dan mengembalikan fungsi keamanan ke ranah sipil melalui kepolisian setempat yang profesional dan menghormati HAM.

3. Menuntut transparansi dan akuntabilitas atas operasi militer yang menyebabkan pengungsian massal dan korban sipil, termasuk investigasi independen terhadap dugaan pelanggaran HAM berat.

4. Menolak pendekatan keamanan sebagai solusi utama konflik Papua dan mendesaknya dialog damai yang dimediasi oleh pihak netral, seperti gereja, tokoh adat, atau pihak internasional.

5. Memberikan aksesnya seluas-luasnya kepada lembaga kemanusiaan, media independen, dan pemantau HAM ke wilayah konflik, yang selama ini dibatasi dengan dalih keamanan.

6. Membentuk tim independen nasional dan/atau internasional untuk mengusut kekerasan aparat di Papua, termasuk peristiwa penembakan warga, penyiksaan, dan perusakan kampung.

7. Menghentikan operasi perusahaan-perusahaan asing yang terbukti atau diduga kuat menjadi pemicu konflik sosial dan pelanggaran HAM, seperti PT Freeport Indonesia di Mimika.

8. Menuntut audit menyeluruh terhadap perizinan, dampak lingkungan, dan kontribusi sosial perusahaan asing di Papua, terutama yang beroperasi di wilayah adat dan konservasi.

9. Meminta pertanggungjawaban perusahaan asing yang menggunakan jasa aparat bersenjata untuk mengamankan kepentingan bisnisnya, yang menyebabkan intimidasi dan kekerasan terhadap masyarakat lokal.

10. Menolak eksploitasi sumber daya alam Papua yang tidak melibatkan persetujuan bebas dan sadar (FPICon) dari masyarakat adat.

11. Mendorong nasionalisasi atau pengawasan ketat terhadap seluruh proyek pertambangan, perkebunan, dan infrastruktur yang dilakukan oleh perusahaan asing, demi melindungi hak-hak masyarakat Papua.

12. Menghentikan ekspansi industri ekstraktif yang memperparah penggusuran, perampasan tanah adat, dan kerusakan lingkungan, yang sering dilindungi oleh kekuatan militer bersenjata.

***

"???? ๐˜๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ต๐˜ช ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ฌ ๐˜ฉ๐˜ช๐˜ฅ๐˜ถ๐˜ฑ, ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ฌ ๐˜ต๐˜ข๐˜ฏ๐˜ข๐˜ฉ, ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ณ๐˜ต๐˜ข๐˜ฃ๐˜ข๐˜ต ๐˜ฐ๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ข๐˜ด๐˜ญ๐˜ช ๐˜—๐˜ข๐˜ฑ๐˜ถ๐˜ข!"

"๐™Ž๐™š๐™ก๐™–๐™ข๐™–๐™ฉ๐™ ๐™–๐™ฃ ๐™๐™–๐™ฃ๐™–๐™ ๐˜ผ๐™™๐™–๐™ฉ & ๐™ˆ๐™–๐™ฃ๐™ช๐™จ๐™ž๐™– ๐™‹๐™–๐™ฅ๐™ช๐™–"

#HancurkanImperialisme
#HapuskanKolonialisme
#LawanMiliterisme
#SelamatkanTanahAdatDanManusiaPapua
#MasyarakatAdatMerdekaPapua

3 Poin Isi Trikora 19 Desember 1961


Semenjak deklarasi kemerdekaan bangsa Papua Barat di rayakan pada 01 Desember 1961 di Holandia, namun kemerdekaan itu tidak bertahan lama, kemerdekaan di nikmati hanya 18 hari terhitung sejak 01 Desember 1961-18 Desember 1961, kemudian pada 19 Desember 1961, president pertama NKRI Dr.ir Sukarno Hatta mengeluarkan perintah There Komando Rakyat yang di singkat (Trikora) dimana awal mula pembantaian bagi rakyat Papua di seluruh bumi Papua di lancarkan.
19 Desember merupakan awal pemusnahan bagi rakyat bangsa Papua Barat, dimana Ir Sukarno Hatta mengeluarkan 3 perintah yang berisi.
1.bubarkan negara boneka buatan Belanda
2. Kibarkan sang merah putih di seluruh Nusantara termasuk irian Barat (west Papua)
3. Bersiaplah untuk mobilisasi umum guna mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air dan bangsa.
Trikora di keluarkan pada 19 Desember 1961 di alun-alun Yogjakarta.
Kami menolak lupa ๐ŸŒน

๐—ž๐˜‚๐—ฏ๐—ฎ : ๐—ฆ๐—ฎ๐˜๐˜‚ ๐—ฃ๐—ฒ๐—น๐—ฎ๐—ท๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ๐—ป ๐—•๐—ฎ๐—ด๐—ฎ๐—ถ๐—บ๐—ฎ๐—ป๐—ฎ ๐— ๐—ฒ๐—ป๐—ด๐—ต๐—ฎ๐—ป๐—ฐ๐˜‚๐—ฟ๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐—ฅ๐—ฎ๐˜€๐—ถ๐˜€๐—บ๐—ฒ


Oleh : Roberto Jorquera

๐˜๐˜ฏ๐˜ท๐˜ข๐˜ด๐˜ช ๐˜ฌ๐˜ฆ ๐˜ˆ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ช๐˜ฌ๐˜ข ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฉ “๐˜ฅ๐˜ช๐˜ต๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ถ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ” ๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ฆ๐˜ฉ ๐˜Š๐˜ฉ๐˜ณ๐˜ช๐˜ด๐˜ต๐˜ฐ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ณ ๐˜Š๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ฐ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ด ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ข๐˜ญ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ณ๐˜ข๐˜ญ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฑ๐˜ช๐˜ต๐˜ข๐˜ญ๐˜ช๐˜ด๐˜ฎ๐˜ฆ ๐˜ฅ๐˜ช ๐˜Œ๐˜ณ๐˜ฐ๐˜ฑ๐˜ข. ๐˜š๐˜ฆ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฉ ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ท๐˜ข๐˜ด๐˜ช, ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ข ๐˜ด๐˜ถ๐˜ข๐˜ต๐˜ถ ๐˜ฌ๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ต๐˜ถ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฃ๐˜ข๐˜จ๐˜ช ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ถ๐˜ข๐˜ด๐˜ข ๐˜ฌ๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ฐ๐˜ฏ๐˜ช๐˜ข๐˜ญ ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ถ๐˜ฌ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ช๐˜ฅ๐˜ฆ๐˜ฐ๐˜ญ๐˜ฐ๐˜จ๐˜ช ๐˜ณ๐˜ข๐˜ด๐˜ช๐˜ด๐˜ฎ๐˜ฆ ๐˜ด๐˜ฆ๐˜ฃ๐˜ข๐˜จ๐˜ข๐˜ช ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ข๐˜ณ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ณ๐˜ช ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ด๐˜ข๐˜ฏ-๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ช๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ด๐˜ข๐˜ฏ ๐˜บ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ข ๐˜ญ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ถ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ต๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฉ๐˜ข๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฑ ๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜ฅ๐˜ถ๐˜ฅ๐˜ถ๐˜ฌ ๐˜ข๐˜ด๐˜ญ๐˜ช ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ถ๐˜ฏ๐˜ต๐˜ถ๐˜ฌ ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฆ๐˜ฎ๐˜ฃ๐˜ข๐˜ฏ๐˜จ๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ ๐˜ฃ๐˜ช๐˜ด๐˜ฏ๐˜ช๐˜ด ๐˜ซ๐˜ถ๐˜ข๐˜ญ ๐˜ฃ๐˜ฆ๐˜ญ๐˜ช ๐˜ฎ๐˜ข๐˜ฏ๐˜ถ๐˜ด๐˜ช๐˜ข (๐˜ฑ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฃ๐˜ถ๐˜ฅ๐˜ข๐˜ฌ๐˜ข๐˜ฏ) ๐˜ฎ๐˜ฆ๐˜ณ๐˜ฆ๐˜ฌ๐˜ข.

Pemerintahan revolusioner Kuba telah bekerja selama 39 tahun untuk mengeliminir prasangka-prasangka rasial yang muncul semenjak kedatangan Spanyol di tahun 1492, dimana ketika itu terjadi pembantaian terhadap penduduk asli pulau tersebut dan perdagangan kulit hitam mulai diperkenalkan.

Sejak revolusi 1959, prasangka-prasangka rasis itu secara sistematis telah dilawan dan di hancurkan. Tapi tentu saja, tidak benar jika prasangka rasis yang bersifat individual dikatakan lenyap. Revolusi Kuba telah meletakkan fondasi sosial dan ekonomi untuk mengeliminir rasisme, tapi, dengan dengan meningkatnya serangan ekonomi dan politis yang dilakukan Imperialis Amerika, beberapa kemajuan telah berhasil dibuat mengalami tekanan.

Untuk mendapatkan gambaran yang lengkap tentang kemampuan melawan prasangka rasis dalam revolusi Kuba, adalah perlu untuk memahami sejarah hubungan ras yang ada di sana.

Sejarah Kuba adalah salah satu sejarah diskriminasi sosioekonomi terhadap mayoritas besar rakyat. Diskriminasi ini tidak hanya berbasiskan ras, tapi yang lebih penting, diskriminasi klas. Pemerintahan Revolusioner secara tepat menyadari bahwa untuk mengatasi rasisme dibutuhkan pembongkaran terhadap sistem klas itu sendiri.

๐—ž๐—ผ๐—น๐—ผ๐—ป๐—ถ๐˜€๐—ฎ๐˜€๐—ถ

Salah satu kesulitan dalam menganalisa politik ras yang ada di Kuba adalah kesulitan untuk menemukan data yang akurat tentang siapa saja, atau yang menganggap dirinya, sebagai kulit hitam. Menurut data sensus Kuba tahun 1955, orang-orang Negro atau mulatto berjumlah sekitar 55,85% dari jumlah populasi di tahun 1827, tahun 1899 sebanyak 32%, th 1934 sebanyak 25,2% dan tahun 1953 sebanyak 26,9%.

Data resmi ini berdasarkan pada definisi (responden) sendiri, sehingga kurang obyektif. Banyak studi yang melaporkan bahwa negro atau mulatto sekitar 35-40% dari jumlah populasi.

1880-an adalah periode pertempuran-pertempuran revolusioner. Banyak yang diawali dengan isu-isu rasial. Dan periode tersebut merupakan tahun-tahun pembantaian dari penduduk berkulit hitam, seperti yang terjadi di Aponte 1812 dan La Escalera tahun 1844.

Pahlawan revolusioner Kuba Jose Marti adalah salah seorang yang berkampanye paling giat dan agresif untuk pembebasan kaum kulit hitam. Perang sepuluh tahun, yang meletus tahun 1868, dimulai oleh Carlos de Cespedes' dengan membebaskan para budaknya, dan hal tersebut membuka jalan bagi kaum kulit hitam unutk mendapatkan hak-hak politik yang lebih besar. 

Propaganda sayap kanan tentang “kulit hitam yang menakutkan”, di jawab oleh Marti di 1868 : “Tidak akan ada kebencian ras, karena ras itu tidak ada….kemudian apa yang harus ditakutkan ?…Haruskah kita takut akan kebebasan pribadi mereka yang paling menderita di Kuba, di negeri dimana darahnya dia tumpahkan dan kita takut terhadapnya?…Revolusi, hadir untuk semua orang Kuba, tidak melihat warna kulit mereka, apakah mereka berasal dari daerah yang berkulit gelap (skin burn), atau dari mereka yang kulitnya lebih terang, revolusi hadir untuk semua orang Kuba…”

Pertempuran yang dipimpin oleh Marti dan pejuang lainnya menghasilkan penghapusan perbudakan di tahun 1886. Di akhir 1880-an terjadi peningkatan keterlibatan kaum kulit hitam dalam perjuangan kemerdekaan, terutama sekali pada perang kemerdekaan di 1895-1898.

  Republik

Konstitusi 1901 mengesahkan praktek-praktek diskriminasi terhadap kaum kulit hitam. Pemilu sendiri hanya boleh diikuti oleh mereka yang sudah berada diatas usia 21 th yang juga harus bisa baca tulis, atau mereka yang mempunyai nilai kekayaan sejumlah 250 pesos, atau mereka yang dapat membuktikan bahwa dirinya bergabung dengan tentara pembebasan dalam peperangan.

Sebagai responnya, terbentuklah Asosiasi Pemilih Kulit Hitam ( Association of Black Voters) di tahun 1908. Yang kemudian secara cepat merubah dirinya menjadi Partai Kulit Berwarna (Party of Colour).

Bagian dari platform-nya menyatakan : “Kemerdekaan tidak didapat dengan menghiba atau mengemis, tapi harus direbut; dan hak itu tidak disedekahkan, tapi harus diperjuangkan dan menjadikannya milik semua orang. Jika kita hanya meminta-minta, maka kita akan menunggu dengan sia-sia dan kita akan kehilangannya.”

Di 1910, pemerintah, untuk membatasi aktifitas politik orang kulit hitam, mengeluarkan UU yang melarang format partai politik yang menggunakan garis ras. Pelarangan tersebut menyebabkan suatu peperangan rasial di 1912 yang kemudian menghasilkan suatu pembantaian besar-besaran terhadap kulit hitam yang dilakukan oleh militer.

Mengikuti perkembangan jaman, bentuk penindasan rasial yang sangat sistematis terjadi di semua aspek masyarakat Kuba. Contohnya adanya klub-klub sosial, bar-bar, restaurant-restaurant, pantai-pantai, bioskop, dan night club khusus untuk kulit putih. Pengeluaran juga diatur melalui levelisasi pendapatan.

Lourdes Cardal dalam artikelnya “ Hubungan ras di Kuba Masa Kini” menyatakan: “Di Havana, klub klas atasnya melarang orang kulit hitam dan mulatto.(Bahkan Batista, selama dia menjabat sebagai presiden, tidak boleh masuk di Havana Yacht Club,salah satu dari klub klas atas yang sangat ekslusif). Klub ini mengontrol pantai-pantai pribadi di Havana yang tentu saja melarang masuk orang-orang kulit hitam. Klub-klub klas menengah, terutama yang diorganisir perkumpulan-perkumpulan kaum profesional, hanya menerima orang-orang kulit hitam yang menjadi anggota organisasi-organisasi profesional”

“Di kota-kota kecil Kuba dan di ibukota-ibukota propinsi, pemisahan secara kaku dipaksakan dalam tatanan masyarakat mulai dari yang bersifat informal sampai formal, seperti pada taman publik. Sistem sekolah privat sangat mendominasi, meskipun tidak secara total berisi orang-orang kulit putih. Sekolah-sekolah elit mempraktekkan diskriminasi rasial, tapi itupun sangat sulit karena beberapa orang kulit hitam mampu untuk membayar iuran sekolah dan biaya lainnya”

Diskriminasi ras juga terdapat pada distribusi kesejahteraan, dimana orang-orang kulit hitam sebagai mayoritas pekerja, mendapat bayaran lebih rendah dan sangat sedikit sekali yang bekerja sebagai tenaga terampil.

Kebijakan imigrasi pemerintah banyak mengambil para pekerja kulit putih dari Spanyol, dan asimilasi-pun dikenalkan. Pemerintahan Kuba meskipun memperkenalkan mullato sebagai orang kulit putih, dan berupaya menghapus sejarah kelam penindasan kulit hitam.

Revolusi

Kemenangan Revolusi 1959 menyediakan peluang perubahan mendasar bagi sejarah hitam yang melingkupi masyarakat Kuba.

Casal menulis: “ Egalitarianisme dan reditribusi barang ( seperti land reform) yang diselenggarakan oleh pemerintahan revolusioner memberikan keuntungan bagi orang kulit hitam karena merekalah sektor masyarakat yang paling tertindas oleh sistem sosial yang ada sebelum terjadinya revolusi”

Diawal Maret 1959, Fidel Castro berbicara tentang sebuah kebutuhan untuk melawan prasangka rasial. Dalam pidatonya tanggal 21 Maret, Castro berkata: “Atas nama keadilan, Aku harus berkata bahwa tidak hanya aristokrasi yang mempraktekkan diskriminasi. Juga banyak orang-orang biasa (rakyat kecil) yang juga mempraktekkan diskriminasi”

“Ada buruh yang juga memegang prasangka yang sama sebagaimana orang-orang kaya, dan ini adalah sesuatu yang sangat absurd dan menyedihkan…dan rakyat kita harus memecahkan problem ini. Kenapa kita tidak mengatasi problem ini secara radikal dan dengan cinta, tidak dengan semangat perpecahan dan kebencian ? Kenapa tidak belajar dan menghancurkan zaman prasangka, yang hadir ke kita dalam bentuk institusi yang menjijikan yang bernama perbudakan ?”

Castro juga mengungkapkan bahwa: “Darah Afrika juga mengalir di nadi kita. Mentalitas rakyat belum cukup revolusioner. Mentalitas rakyat masih dikondisikan oleh banyaknya prasangka dan keyakinan dari masa lalu…Salah satu pertempuran yang harus kita jadikan prioritas utama setiap hari…adalah pertempuran untuk menghentikan prasangka rasial di tempat kerja…Ada dua tipe dari diskriminasi ras : pertama adalah diskriminasi ras di tempat-tempat rekreasi atau pusat-pusat kebudayaan, yang berikutnya adalah yang terburuk dan yang harus kita utamakan untuk di hancurkan adalah dikriminasi ras dalam pekerjaan”

Ucapan tersebut membuat pemerintah revolusioner memproklamirkan Perlawanan terhadap Rasisme :”Kita mewujudkan hukum yang menjamin hak-hak dari semua umat manusia dan anggota masyarakat…Tidak ada seorangpun yang bisa menganggap dirinya sebagai ras yang paling murni, bahkan juga ras yang paling superior. Kebajikan, kelebihan pribadi, kepahlawanan, kedermawanan, dikarenakan manusia-nya, bukan karena warna kulitnya.”

Castro juga mengatakan bahwa prasangka rasial dan diskriminasi ras sebagai perasaan anti-bangsa :”Yang dimaui oleh musuh abadi Kuba dan musuh revolusi adalah Kuba terpecah belah dan terpisah-pisah menjadi ribuan bagian, dan kemudian mereka mudah menghancurkan kita “

Che Guevara juga menaikkan issu ini . Visi dia yang dia ungkapkan dalam pidato yang di buat untuk mahasiswa di tahun 1960 adalah “ Universitas harus diisi (diwarnai) kulit hitam, kaum buruh, dan campesino”

Dari awal, pemerintahan revolusioner memperkenalkan berbagai hukum affirmatif yang bervariasi dan program yang membantu sektor populasi yang tidak beruntung, seperti perempuan dan kaum Afro-Kubans.

Revolusi juga memprioritaskan perubahan sosio-ekonomi sebagai titik tolak menuju masyarakat non rasis: seperti penghapusan sekolah dan perawatan kesehatan pribadi, yang secara ekonomis mendiskriminasi orang kulit hitam.

Castro berkata di Maret 1959 : “Ada diskriminasi di pusat rekreasi. Kenapa ? Karena orang kulit hitam dan kulit putih di-didik secara terpisah. Di sekolah lanjutan umum kulit hitam dan kulit putih didik bersama. Di sekolah lanjutan umum mereka akan belajar bagaimana hidup bersama…dan jika mereka bersama-sama di sekolah umum…maka kemudian mereka akan bersama-sama….disemua tempat”

Kubu sayap kanan meresponnya dengan slogan “tolak kaum kulit hitam dan merah”

Sebelum revolusi, ada 15% pelajar sekolah dasar dan 30% pelajar sekolah tinggi yang belajar di sekolah swasta, yang mayoritas siswanya kulit putih. Yang tidak punya biaya dan para staf pendidikan yang miskin harus mau menerima “sistem klas berdasarkan warna kulit”. Pembedaan ini juga menyulitkan pembangunan jaringan sosial lintas ras.

๐—ฆ๐—ฒ๐—ธ๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ๐—ป๐—ด

Pada tingkatan kebudayaan dan politik, revolusi membuka pintu lebar-lebar bagi keberadaan dan keterlibatan kaum Afro-Kuban. Di bulan April 1976, Castro menjadi orang Kuba “putih” pertama yang memimpin pemerintahan yang menyadari karakter mullato dari kebudayaan Kuba, dan ia menyatakan “ Kami adalah masyarakat Latin-African”

Casal menulis : “Kebudayaan Kuba, yang secara perlahan-lahan berkembang selama beberapa abad, adalah Afro-Hispanic. Dalam kebencian mereka terhadap dominasi klas putih, dalam perlawanan mereka, elemen kebudayaan kulit hitam terintegrasikan dalam musik Kuba, adat rakyat Kuba, seni Kuba, puisi, juga dalam mode pakaian. Tanpa warisan unsur-unsur kulit hitam mereka -rakyat Kuba- tidak akan jadi diri mereka sendiri. Mereka tidak bisa jadi orang Kuba”

Penghargaan terbesar yang diberikan kepada kebudayaan Afro-Kuban adalah keputusan untuk menerima penganut agama sebagai anggota Partai Komunis Kuba. Perubahan ini terutama sekali berdampak pada keturunan Afro-Kuba dan membuka lebih lebar pintu untuk partisipasi politik melalui pembukaan calon anggota partai.

Sebelum 1959, orang-orang kulit hitam cenderung terkonsentrasi di daerah pemukiman kumuh di Havana. Revolusi secara cepat meredusir-nya lebih dari 50 %; akhirnya, para penyewa rumah diberikan hak untuk memiliki rumah. Orang kulit hitam yang mempunyai rumah sendiri lebih banyak di Kuba daripada negeri lain.

Salah satu indikator dari tingkat kesadaran rakyat dalam isu rasial adalah persatuan antar-ras. 39 tahun revolusi telah menghasilkan perubahan struktural yang menempatkan para pemuda dalam kontak sehari-hari dengan semua ras yang ada, tapi aturan perumahan dan ikatan kekeluargaan meneruskan membentuk hubungan antar-ras mereka.

Nandine Fernandez, seorang kandidat doktor bidang antropologi di Universitas California, menetap selama dua tahun di Kuba di 1991-93 mengumpulkan informasi dengan subyek diatas, yang kemudian diangkat dalam artikelnya: “ Warna-warna Cinta : Perkawinan Kaum Muda Antar-Ras di Kuba “

Meskipun Fernandes mengatakan bahwa prasangka (rasial) itu masih ada, sangat jelas sekali bagi dia setelah revolusi ada peningkatan yang tajam atas persatuan antar-ras. Ada banyak alasan untuk ini, terutama peningkatan mobilitas sosial yang dinikmati orang kulit hitam di Kuba sejak 1959

“Orangtua dan kakek-nenek membangun kehidupan dan keluarga mereka di lingkaran revolusi, mengintegrasikannya ke tingkatan lebih besar atau kecil perjuangan terhadap kesetaraan ras, klas dan jenis kelamin. Seringkali para orang tua dan kakek-nenek itu berada dalam keadaan kontradiktif -terjebak diantara warisan diskriminasi dan ide kesamaan revolusioner “, tulis Fernandez.

Perubahan struktural yang dihasilkan revolusi di sektor ekonomi dan sosial adalah terjadinya perubahan mendasar atas kesenjangan sosial dan ekonomi yang dialami masyarakat Kuba selama zaman perbudakan, kolonialisme, neo-kolonialisme. Ada peningkatan yang sangat tajam atas tingkat integrasi ras dalam lingkungan kehidupan sosial dan ekonomi.

Prasangka (rasis) memang belum sepenuhnya lenyap. Prasangka itu masih ada terutama pada generasi tua. Tapi cara berpikir demikian semakin tidak diminati, dan sejak diskriminasi tidak lagi dilembagakan dalam bidang ekonomi, atau hukum, tidak ada lagi basis material bagi berkembangnya prasangka rasis. Bahkan dia terus melenyap.

 * * *

Diterjemahkan dari Venceremos, Terbitan Komite Solidaritas untuk Amerika Latin dan Karibia, No 57, 1998.  

๐—š๐—ฒ๐—ฟ๐—ฎ๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐—ญ๐—ฎ๐—ฝ๐—ฎ๐˜๐—ถ๐˜€๐˜๐—ฎ : ๐—ฃ๐—ฒ๐—ฟ๐—ท๐˜‚๐—ฎ๐—ป๐—ด๐—ฎ๐—ป ๐— ๐—ฎ๐˜€๐˜†๐—ฎ๐—ฟ๐—ฎ๐—ธ๐—ฎ๐˜ ๐—”๐—ฑ๐—ฎ๐˜ ๐——๐—ถ ๐— ๐—ฒ๐—ธ๐˜€๐—ถ๐—ธ๐—ผ

Kejahatan kemanusian seperti pelanggaran HAM, Pembungkaman ruang Demokrasi, perampasan tanah adat, genosida (pemusnahan etnis), masalah ekonomi, politik, sosial budaya, pendidikan dan berbagai persoalan yang telah mengorbankan jutaan umat masyarakat adat Papua adalah akibat dari adanya sistem penjajahan yang bernama KOLONIALISME. kali ini kami terbitkan Artikel mengenai perjuangan Masyarakat Adat Meksiko yg dipelopori oleh Gerakan ZAPATISTA yang telah berjuang bertahun-tahun  untuk memperoleh hak-hak kebebasan mereka sebagai masyarakat adat pemilik negeri yang telah dirampas hak-hak nya oleh pemerintah kolonial Meksiko yang di sokong oleh Negara Imperialisme Amerika Serikat. Semoga artikel ini dapat menjadi referensi pengetahuan untuk perjuangan kita masyarakat Adat Papua demi Membebaskan Negeri kita dari Segala Belenggu Penindasan. 
Pada tanggal 1 Januari 1994, Tentara Pembebasan Nasional Zapatista (Zapatista Army of National Liberation / EZLN), sebuah organisasi bersenjata masyarakat adat, menyatakan perang terhadap Pemerintah Meksiko, menuntut “pekerjaan, tanah, perumahan, makanan, kesehatan, pendidikan, kemerdekaan, kebebasan, demokrasi, keadilan dan perdamaian .  Artikel ini menjelaskan faktor-faktor yang mendorong pemberontakan masyarakat adat yang dimulai di Chiapas, Meksiko, dengan menyoroti kepentingan dan tuntutan masyarakat adat serta tanggapan Pemerintah Meksiko terhadap mereka. Ini juga membahas keterbatasan yang dialami kedua belah pihak selama perjuangan, dan konsekuensi dan efek konflik ini dibawa ke hak-hak adat dan standar hidup di Meksiko. Gerakan EZLN adalah peristiwa yang membuka mata bagi pemerintah Meksiko dan penduduk non-pribumi untuk menyadari situasi yang mengkhawatirkan dari masyarakat adat di Chiapas.

๐— ๐—ฒ๐—บ๐—ฎ๐—ต๐—ฎ๐—บ๐—ถ ๐— ๐—ฎ๐˜€๐—ฎ๐—น๐—ฎ๐—ต ๐—”๐—ฑ๐—ฎ๐˜ ๐—–๐—ต๐—ถ๐—ฎ๐—ฝ๐—ฎ๐˜€

Meksiko memiliki penduduk masyarakat adat terbesar di Amerika Latin. Menurut Komisi Hak Asasi Manusia PBB, 15 persen dari total penduduk Meksiko mengidentifikasi sebagai penduduk asli masyarakat adat ,  dengan mayoritas tinggal di negara bagian selatan. Penduduk asli masyarakat adat Meksiko berjumlah 12,7 juta orang yang berbicara dalam 62 bahasa berbeda.Di antara tiga puluh satu (31)negara bagian yang membentuk Meksiko, bersama dengan Distrik Federal, Chiapas memiliki populasi paling multikultural dan multi-etnis di negara itu. Menurut sensus Institut Statistik dan Informasi Geografis Meksiko (INEGI) 2010, Chiapas memiliki 1,1 juta penduduk asli masyarakat adat , mewakili 27,2 persen dari total populasi negara bagian. Chiapas adalah salah satu negara bagian terkaya di Meksiko dalam sumber daya alam (dengan 30 persen pasokan air tawar Meksiko), namun menempati peringkat kedua sebagai negara paling terpinggirkan di negara ini.Menurut International Service forPeace (SIPAZ), setengah dari penduduk asli Chiapas “melaporkan tidak ada pendapatan sama sekali dan 42 persen lainnya berpenghasilan kurang dari US $ 5 sehari.” 6 Lebih lanjut , 70 persen masyarakat adat Chiapas menderita kekurangan gizi tingkat tinggi. Sepanjang sejarah Meksiko, penduduk asli masyarakat adat Chiapas telah dikecualikan dari proses pengambilan keputusan pemerintah serta menikmati hak asasi manusia dan layanan dasar seperti pendidikan dan perawatan kesehatan. Akibatnya, EZLN dibentuk, untuk mewakili hak dan aspirasi masyarakat adat Chiapas. EZLN menuntut agar Pemerintah Meksiko mengakhiri segregasi dan penindasan masyarakat adat . Penindasan ini diperburuk dengan diberlakukannya Perjanjian Perdagangan Bebas Amerika Utara (NAFTA), yang dipandang sebagai ancaman bagi kepentingan adat. EZLN menganggap ini sebagai pengkhianatan pemerintah dengan membuka peluang bagi bisnis agraria besar AS dan Kanada untuk membeli atau menyewakan tanah mereka.Pekerja pertanian masyarakat adat di Chiapas takut bahwa persaingan internasional akan menghapus mereka dari pasar lokal. Menurut Komisi Pembangunan Masyarakat adat Meksiko, 67 persen penduduk asli Meksiko bekerja di sektor pertanian.Sejarah marjinalisasi dan pelecehan penduduk asli di Chiapas bersama dengan penerapan NAFTA adalah dua faktor kunci yang memicu pemberontakan Zapatista.

EZLN atau 'Zapatistas' sebagian besar terdiri dari masyarakat adat Chiapas, bersama dengan beberapa pemimpin politik non-pribumi. Zapatista mengakui diri mereka sebagai 'gerakan petani masyarakat adat ' yang dibentuk oleh komunitas adat Chiapas yang beragam. Komunitas utama yang membentuk EZLN adalah Tzeltal, Tzozil, Chol, Tjolobal, Zoque, Kanjobal dan Mame. Ini mewakili seperempat penduduk Chiapas dan kebanyakan dari mereka hidup dalam kemiskinan ekstrim. Namun, kelompok adat lain dari negara bagian yang berbeda Meksiko juga telah menunjukkan dukungan untuk gerakan tersebut.Pemimpin ideologis utama pemberontakan Zapatista adalah Sub-komandan Marcos. Dia telah bertindak sebagai juru bicara EZLN sejak pembentukan pemberontakan. Grup ini didirikan di atas “bentuk organisasi dan pemerintahan adat tradisional.” 

๐—˜๐—ญ๐—Ÿ๐—ก ๐——๐—ฎ๐—ป ๐—ฃ๐—ฒ๐—บ๐—ฒ๐—ฟ๐—ถ๐—ป๐˜๐—ฎ๐—ต ๐— ๐—ฒ๐—ธ๐˜€๐—ถ๐—ธ๐—ผ : ๐—ž๐—ฒ๐—ฝ๐—ฒ๐—ป๐˜๐—ถ๐—ป๐—ด๐—ฎ๐—ป ๐——๐—ฎ๐—ป ๐—•๐—ฎ๐˜๐—ฎ๐˜€๐—ฎ๐—ป 

Deklarasi perang EZLN terjadi pada tanggal 1 Januari 1994, hari yang sama dengan implementasi NAFTA. EZLN memulai perang dengan mengambil alih empat (4 )kota Chiapas, termasuk kota wisata San Cristobal de las Casas. Setelah sebelas (11) hari kekerasan (di mana lebih dari 300 orang tewas), Pemerintah Meksiko dan para pemberontak pribumi memulai negosiasi dan menghentikan tembakan.14 Kepentingan dan batasan Zapatista dimasukkan dan secara resmi terdaftar dalam Kesepakatan Damai San Andres, dua tahun setelah pemberontakan Zapatista . Kesepakatan tersebut menyatakan bahwa Pemerintah Meksiko memberikan perlakuan yang adil kepada masyarakat adat Chiapas. Kepentingan Zapatista benar-benar berlawanan dengan kepentingan Pemerintah Meksiko terkait NAF TA. Menurut New York Times, Sub-komandan Marcos mengkategorikan NAFTA sebagai “sertifikat kematian bagi orang-orang Indian di Meksiko. 

Di sisi lain, Pemerintah Meksiko memiliki kepentingan yang berbeda dengan kepentingan Zapatista. Dengan penerapan NAFTA, pemerintah dipaksa untuk menyelaraskan undang-undang tentang pertanian dengan Kanada dan AS. Kepentingan Meksiko mendukung perusahaan transisi besar dan privatisasi. Apalagi, pemerintah tidak mau memberikan otonomi kepada penduduk asli karena dikhawatirkan dengan memberi mereka otonomi, negara akan 'Balkanisasi', atau terfragmentasi sendiri. Selain itu, pemberontakan Zapatista membawa ketidakstabilan sosial ke Meksiko dan kurangnya kepercayaan kepada investor internasional, memprovokasi devaluasi peso Meksiko sebesar 50 persen. Pemerintah Meksiko bermaksud menghalangi pemberontakan EZLN untuk membangun kembali kepercayaan investor asing, dan stabilitas ekonomi Meksiko. Ini mengirim kehadiran militer yang tinggi ke Chiapas untuk mengatasi EZLN dan mengambil kembali kendali wilayah tersebut. Padahal, kepentingan pemerintah terbatas dalam mengintimidasi dan menindas EZLN dan tidak memenuhi permintaan mereka. Baru pada tahun 2001 Kongres Meksiko mengesahkan undang-undang adat yang mengakui sifat multi-budaya negara Meksiko, yang menegaskan kembali bahwa “masyarakat adat dapat mempraktikkan otonomi serta penentuan nasib sendiri dalam kerangka negara persatuan.”  Akibatnya , otonomi diberikan kepada masyarakat adat, serta partisipasi politik. 

๐—œ๐—บ๐—ฝ๐—น๐—ถ๐—ธ๐—ฎ๐˜€๐—ถ ๐——๐—ฎ๐—ป ๐—ž๐—ผ๐—ป๐˜€๐—ฒ๐—ธ๐˜‚๐—ฒ๐—ป๐˜€๐—ถ ๐—š๐—ฒ๐—ฟ๐—ฎ๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐—ญ๐—ฎ๐—ฝ๐—ฎ๐˜๐—ถ๐˜€๐˜๐—ฎ 

Sebagai konsekuensi dari pemberontakan Zapatista di Chiapas, masyarakat adat di Meksiko diberikan hak konstitusional untuk menentukan nasib sendiri, dengan pengecualian untuk tidak berusaha menghancurkan kedaulatan Meksiko. Penggabungan hak ini ke dalam konstitusi Meksiko sangat penting bagi pengembangan komunitas adat Meksiko serta demokrasi Meksiko secara keseluruhan, karena mendorong penghormatan terhadap tradisi dan praktik adat di dalam negeri.

Gerakan Zapatista adalah aktor konsekuensi dari partisipasi politik pribumi di Meksiko. Setelah 2001, masyarakat adat dapat “menentukan dengan bebas status politik mereka dan akibatnya mengejar pembangunan ekonomi, sosial dan budaya mereka.”  Perwakilan masyarakat adat dalam badan legislatif lokal diperkuat dengan pemberontakan ini, sementara Pemerintah Meksiko juga memastikan keabsahan cara budaya pemerintah adat. Pemerintah Meksiko menjamin hak masyarakat adat untuk berpartisipasi dalam pembuatan kebijakan komunitas mereka, dan untuk melestarikan bahasa mereka, serta tanah mereka. 
Dengan persetujuan Kongres Meksiko atas hak penentuan nasib sendiri, masyarakat adat mempertahankan tradisi mereka sendiri karena mereka mampu mempertahankan gaya hidup “calpulli” mereka dengan cara tertentu. Persetujuan Kongres Meksiko atas hukum adat tahun 2001 adalah peristiwa utama dalam sejarah masyarakat adat Meksiko, karena memungkinkan mereka untuk melestarikan cara hidup kuno dan identitas mereka.
Isu Chiapas juga memotivasi pembentukan Komisi Nasional Pembangunan Kota Adat (dalam bahasa Spanyol, Comision Nacional para el Desarrollo de los Pueblos Indigenas (CDI)). Misi CDI adalah membuat kebijakan publik untuk mengembangkan dan melestarikan masyarakat adat dan masyarakat dengan menjamin “penghormatan terhadap budaya mereka, penegakan hak-hak mereka dan pencapaian kehidupan yang seutuhnya.” Komisi ini menyiapkan opini hukum untuk mendukung kerja legislatif terkait dengan masyarakat adat. Komisi ini juga memiliki tugas untuk mendorong penghormatan dan pembelaan hak asasi manusia penduduk asli masyarakat adat . Namun, menurut World Directory of Minorities and Indigenous People, tindakan badan ini telah “dikritik karena gagal menangani kasus pelanggaran hak yang menyedihkan. 

๐—˜๐˜ƒ๐—ฎ๐—น๐˜‚๐—ฎ๐˜€๐—ถ ๐—›๐—ฎ๐˜€๐—ถ๐—น ๐—ฃ๐—ฒ๐—บ๐—ฏ๐—ฒ๐—ฟ๐—ผ๐—ป๐˜๐—ฎ๐—ธ๐—ฎ๐—ป ๐—ญ๐—ฎ๐—ฝ๐—ฎ๐˜๐—ถ๐˜€๐˜๐—ฎ 

Kemajuan teoritis untuk memajukan hak-hak masyarakat adat dan standar hidup oleh Pemerintah Meksiko merupakan langkah yang baik untuk mencapai tuntutan masyarakat adat, yang tercermin dalam pemberontakan Zapatista. Namun, dalam praktiknya dapat dikatakan bahwa tuntutan EZLN kepada pemerintah Meksiko tidak berhasil ketika memeriksa kondisi masyarakat adat di Chiapas saat ini.

Saat ini, masyarakat adat di Chiapas kekurangan layanan dasar seperti pendidikan dan perawatan kesehatan. Menurut INEGI, hampir 20% penduduk Chiapas buta huruf dan kebanyakan dari mereka melaporkan pernah bersekolah dalam jumlah tahun yang langka.Selain itu, mayoritas masyarakat adat di Chiapas tidak memiliki akses ke layanan kesehatan yang berkualitas karena rekening negara. untuk “kurang dari satu dokter per 1000 penduduk.” Chiapas menyediakan lebih dari “setengah dari pembangkit listrik tenaga air Meksiko” 34 dan 30 persen dari total pasokan air Meksiko, tetapi meskipun demikian, 90 persen masyarakat adatnya tidak memiliki energi atau pipa ledeng di rumah mereka.Kurangnya perawatan kesehatan dan sanitasi yang buruk saat ini di Chiapas adalah bukti ketidakefektifan gerakan Zapatista, serta tindakan Pemerintah Meksiko dalam menanggapinya.

Atau, masalah Chiapas dapat diperiksa sebagai pendekatan positif untuk penduduk asli masyarakat adat . EZLN menciptakan kesadaran nasional dan internasional tentang situasi masyarakat adat di Chiapas. Pemberontakan ini membangkitkan kesadaran umum di antara seluruh penduduk Meksiko dalam menerima statusnya sebagai negara multikultural dan multietnis dan dalam mengakui keberadaan budaya dan tradisi adat yang kaya di dalam wilayahnya.

Akhirnya, menurut Xochitl Leyva, kontributor The Journal of Peasant Studies, masalah Chiapas menghasilkan ideologi masyarakat adat yang bersatu, yang mengacu pada "penegasan kembali internal harga diri budaya (kebanggaan pada diri yang ada)." Bisa dibilang, sebagai akibat dari pemberontakan ini, masyarakat adat belajar bahwa dengan bersatu di antara mereka sendiri dan dengan berjuang bersama untuk tujuan bersama, suara mereka akan menjadi lebih kuat dalam negosiasi dengan Pemerintah Meksiko.

๐—ž๐—ฒ๐˜€๐—ถ๐—บ๐—ฝ๐˜‚๐—น๐—ฎ๐—ป 

Pemberontakan Zapatista memainkan peran penting dalam perluasan hak dan pengakuan masyarakat adat di Meksiko. Sebagai konsekuensi dari pemberontakan, bersama dengan implikasi internasionalnya - seperti hilangnya kepercayaan investor asing - Pemerintah Meksiko berkewajiban untuk melakukan reformasi konstitusional yang memberikan otonomi politik lokal kepada masyarakat adat dan partisipasi politik yang lebih besar di tingkat nasional. Masyarakat adat tidak hanya memperoleh dari pemberontakan ini perluasan hak politik, tetapi juga menjamin pelestarian tradisi, bahasa dan cara hidup yang lebih baik.

Pemerintah Meksiko telah gagal mengurangi tingkat kemiskinan dan meningkatkan standar kualitas hidup di Chiapas: kekerasan, ketidaksetaraan sosial dan pelanggaran hak asasi manusia terhadap masyarakat adat masih tetap ada. Namun, sebagai konsekuensi dari pemberontakan Zapatista, pemerintah telah melakukan upaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan membentuk badan Federal yang khusus menangani masalah adat. Pembuatan CDI dapat dilihat sebagai contoh upaya ini. Terlepas dari kekurangan lembaga pemerintah ini, pembentukannya merupakan langkah besar untuk mempercepat pembangunan masyarakat adat.

Meksiko adalah negara multikultural dan multietnis. Gerakan EZLN memainkan peran mendasar dalam mewakili kepentingan masyarakat adat ini dengan mencapai perlindungan warisan adat Meksiko yang kaya dalam konstitusi. Perjuangan Zapatista efektif karena masyarakat adat diberi otonomi yang lebih besar, menantang posisi bawahan mereka sebelumnya seperti yang dilihat oleh Pemerintah Meksiko.

Zapatista berdampak positif pada perluasan hak dan pengakuan masyarakat adat di Meksiko. Ini bisa menjadi contoh bagaimana solidaritas masyarakat adat dapat mengakhiri pengucilan dan penindasan masyarakat adat. Meskipun Pemerintah Meksiko tidak berhasil memberikan kualitas hidup yang lebih baik kepada masyarakat adat di Chiapas, EZLN efektif dalam menampilkan (secara nasional dan internasional) situasi mengkhawatirkan yang dialami masyarakat adat di Meksiko. 

Semoga Bermanfaat. 
Panjang umur perjuangan 
Hidup Masyarakat Adat
Selamatkan Tanah Adat Dan Manusia PAPUA 
Editor dan Distributor : kawan AT 

Sumber Artikel : 
https://www.internationalaffairs.org.au/news-item/the-zapatista-movement-the-fight-for-indigenous-rights-in-mexico/

๐—ก๐—”๐—ฆ๐—œ๐—• ๐— ๐—”๐—ฆ๐—ฌ๐—”๐—ฅ๐—”๐—ž๐—”๐—ง ๐—”๐——๐—”๐—ง ๐—ฃ๐—”๐—ฃ๐—จ๐—” ๐—›๐—”๐—ก๐—–๐—จ๐—ฅ ๐——๐—˜๐— ๐—œ ๐—ž๐—˜๐—ฃ๐—˜๐—ก๐—ง๐—œ๐—ก๐—š๐—”๐—ก ๐—•๐—”๐—ก๐—š๐—ฆ๐—” ๐—Ÿ๐—”๐—œ๐—ก

Pemerintah Belanda Dan kaum intelektual Papua serta seluruh Rakyat Papua telah membentuk sebua negara di Papua. Namun hak politik tersebut telah direbut oleh Indonesia. Berikut adalah peristiwa-peristiwa penting dimana Indonesia didukung oleh kepentingan Asing merebut Wilayah Papua Barat.
April 1942, Menipisnya persediaan minyak bumi  yang dimiliki oleh Jepang untuk keperluan perang dan industri karena tekanan Amerika yang melarang ekspor minyak bumi (embargo Minyak)  ke Jepang. Langkah ini kemudian diikuti oleh Inggris dan Belanda. Keadaan ini akhirnya mendorong Jepang mencari sumber minyak buminya sendiri. Pendaratan Bangsa Jepang dilakukan ke seluruh wilayah Papua dalam kurun waktu satu bulan yaitu pada bulan April 1942, Jepang menyerang Pearl Harbour dan juga berhasil memukul mundur Belanda dari Papua.
22 April 1944, Setelah Pasukan Sekutu Perang Dunia II berhasil menang Perang dengan menjatukan bom Atom Di Hirosima dan Nagasaky,  pada 22 April 1944, Sekutu serahkan Administrasi Pemerintahan Nederland  New Guinea kepada Kerajaan Belanda (Nederland New Guinea). Pusat pemerintahan  Resident  Nederland New Guinea langsung dipindahkan dari Manokwari ke Holandia. Kemudian J.P Van Echoud diangkat menjadi Gubernur Nederland New Guinea. Lalu  Belanda Membangun Sekolah Pemerintahan (bestuur School) dan sekolah Polisi.
11 Juni 1945, Dalam Sidang BPU PKI, Hatta tidak sependapat Yamin dan Soeharto dan menolak Papua masuk dalam wilayah Indonesia. Namun, Mayoritas anggota  BPUPKI menginginkan Indonesia merdeka meliputi seluruh negeri Hindia Belanda, Malaya, Borneo Utara, Timor Portugis, dan Papua.
26 Juni 1945, Belanda memasukan  Nederland Indies (Hindia Belanda-Indonesia) Nederland New Guinea (Papua Barat) dan Nederland Antillen (Suriname) dalam daftar Daerah Tak Berpemerintahan Sendiri berdasarkan Piagam PBB. Setelah terbentuknya United Nation (PBB) pada tahun 1945, belanda langsung memasukan pembagian 3 wilayah ini  kedalam daftar  wilayah tidak berpemerintahan  (Non Self Government Territory) pada Komisi Dekolonisasi.
2 November 1949, Konferensi Meja Bundar (KMB) dilaksanakan di Den Haag, Belanda, dilaksanakan dari  23 Agustus hingga  2 November 1949 antara perwakilan Republik Indonesia, Belanda. Konferensi ini berakhir dengan kesediaan Belanda untuk menyerahkan kedaulatan kepada Republik Indonesia Serikat.
27 Desember 1949, Mengadakan Konferensi Meja Bundar di Den haag  Belanda. Dalam Konfrensi Meja Bundar menyepakati pemerintah Belanda berkewajiban menyerahkan Irian Barat  (Papua) Kepada Pemerintah Indonesia. Namun Pemerintah Belandah menolak dan mempatahankan karena Papua bukan Hindia Belanda, namun Belanda New Guinea (rumpun Melanesia).
Belanda mempersiapkan diri untuk memimpin Administrasi wilayah Nederland Niuew Guinea dan Nederland Antillens, mulai dari tahun 1945 hingga tahun 1962. Proses persiapan pemberian Hak Penentuan  Nasib Sendiri kepada Bangsa Papua
6 Februari 1967, Belanda mananda-tangani Kerja Sama Pasifik Selatan untuk membangun Bangsa-Bangsa di wilayah Selatan Pasifik bersama-sama dengan Amerika, Inggris, dan Perancis. Perjanjian ini disebut Perjanjian Canbera (Canbera Agreement) yang ditanda-tangani pada tanggal 6 Februari 1947 di Canbera, Australia. Membentuk South Pacific Commission (sekarang: South Pacific Community) yang berkedudukan di Noumea – New Caledonia.
19 Oktober 1961, Belanda segerah membentuk Negara Papua Barat, Kongres Pertama Niuew Guinea Raad (NGR) pada 19 Oktober 1961.  Dalam sidang pertamanya merubah Status Nederland Niuew Guinea menjadi Papua Barat (West Papua)  dengan memiliki atribut kenegaraan. Komite Nasional yang diketuai oleh Mr. De. Rijke, melakukan pertemuan. Pertemuan tersebut mengesahkan Bendera Bintang Kejora, lagu Hai Tanahku, sebagai symbol kebangsaan, “orang Papua” sebagai Sebutan Rakyat, dan  “Papua Barat” Sebagai sebagai sebutan negeri. Komite Nasional didirikan oleh orang-orang Papua Pro Belanda Sebagai Respon atas Rencana Perdana Menteri Belanda, Joseph Luns
27 September 1961, Perdana Menteri Belanda, Joseph Luns, mengajukan ke Majelis Umum PBB tentang adanya juridiksi internasional mengembalikan Irian Iarat dan menyiapkan penduduknya untuk melakukan semacam Pepera.
1 Desember 1961, Pemerintah Belanda mulai didesak oleh Bangsa Papua untuk segera menaikkan Bendera Nasional Papoea Barat dan menyanyikan lagu Kebangsaan Papua di seluruh wilayah tanahPapua. Akhirnya desakan itu diterima oleh Gubernur Pemerintahan Nederland Niuew Guinea dan Pemerintah Kerajaan Nederland sehingga mulai dinaikan serempat di seluruh Tanah Papua tanggal 1 Desember 196.
19 Desember 1961, Presiden Soekarno menyerukan Komando Pembebasan (ANEKSASI) TRI KOMNDO RAKYAT (TRIKORA) yakni: Gagakan Negara Boneka Papua Buatan Kolonial Belanda; Kibarkan bendera sang saka merah putih di seluruh Irian Barat; Bersiaplah untuk moblisasi umum, mempertahankan kemerdekaan dan kesatuan tanah air bangsa. 19 Desember 1961, Mulai Ekspansi Militer Indonesia Untuk Merebut Papua Dari Tanggan Belanda dan Membubarkan Negara Papua Barat yang telah disiapkan Oleh Belanda (merebut Kekuasaan) dari tahun  19 Desember 1961-15 Agustus 1962.
2 Januari 1962, Lewat Keputusan Presiden Nomor 1 Tahun 1962 tentang pembentukan Komando Mandala, maka mulai melakukan infiltrasi ke Papua lewat laut dan udara, kemudian kontak tembak antara Tentara Pendudukan Belanda dengan para penyerbu yang terdiri dari  Militer dan sukarelawan Indonesia yang bergabung dalam komando Mandala Pembebasan Irian Barat.
13 Januari 1962, President Amerika John. F. Kennedy menekan Perdana Menteri Belanda De Quai melalui Surat Rahasianya. Mendedak Belanda untuk menyerahkan Papua kepada pemerintah Indonesia. Selanjutnya tanggal
 25 Februari 1962 John. F. Kennedy menuju Belanda dan menyatakan bahwa Amerika tidak akan mendukung Belanda soal konflik Papua.
12 Maret 1962, Belanda mengumumkan untuk bernegosiasi dengan Indonesia soal konflik Papua. Maka Menteri Luar  Negeri Belanda DR. Joseph Lunch  mengusulkan agar Indonesia harus bersedia memberikan Jaminan Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi rakyat penduduk asli Papua. Soekarno bersedia memberikan Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi Bangsa  Papua sehingga Mediator Ellsworth Bunker membuat suatu Konsep yang  dikenal dengan sebutan Rencana Bunker (Bunker Plant) bahwa Belanda menyerahkan Administrasi Negara Papua kepada PBB dan akan diberikan kembali kepada Indonesia serta Indonesia akan memberikan Hak Penentuan Nasib Sendiri bagi Bangsa Papua.
2 April 1962, Materi Perundingan disusun  dan diajukan oleh diplomat Amerika Ellsworth Bunker, sehingga materi perundingan dikenal dengan Bungker Proposals.
15 Agustus 1962, Dukungan Bantuan Persenjataan Uni Soviet, Indonesia melakukan operasi Mandala ke Papua, kemudian kepentingan Eksplorasi Freeport, mengakibatkan, Amerika memaksa Belanda untuk berunding dan mempasilitasi perundingan Indonesia-Belanda yang kemudian melahirkan New York Aggrement 15 Agustus 1962.
1 Oktober 1962, UNTEA mulai mengambil alih Administrasi Pemerintahan Papua Barat pada tanggal 1 Oktober 1962 (1 Oktober 1962 – 1 Mei 1963)
1 Mei 1963, Secara resmi berakhir penguasaan Administrasi Papua Barat dari tangan UNTEA  (6 bulan PBB berada di Papua) dan administrasi Negara Papua Barat dilanjutkan oleh Pemerintahan Indonesia. Ketika pemerintah Indonesia mulai mempunyai wewenang di Papua, kekerasan sistematis  terhadap masyarakat Papua terjadi melalui berbagai operasi militer antara tahun 1963-1969, yaitu Operasi Sadar (1965-1967); Operasi Brathayuda (1967-1969); Operasi Wibawa (1969). Operasi militer tetap berlanjut hingga pasca Pepera dengan alasan membasmi separatism seperti operasi militer di distrik  Jayawijaya (1977-1982); Operasi Sapu Bersih I dan II (1981); Operasi Galang I dan II (1982); Operasi Tumpas (1983-1984) dan Operasi Sapu Bersih (1985).
28 Juli 1965, Aksi Militer Papua Barat sebagai serangan pertama,  ke pihak Indonesia sebagai awal dari perang gerilya yang dilakukan anggota bekas batalyon Papua (Papoea Vrijwilingers Korps) yang dipimpin oleh Sersan Mayor Permenas Ferry Awom, menjadi titik awal sejarah labelisasi kepada orang Irian.  Ia memberontak karena dimoblisasi, serta penahanan orang-orang Arfak yang mengeluh kepada penguasa setempat, karena tingginya pengangguran serta kekurangan bahan pangan dikalangan suku itu.
April 1967, Kontrak Karya I antara Freeport Indonesia Inc dan pemerintah Indonesia diteken dengan masa berlaku untuk 30 tahun. Dari kontrak ini ditentukan Freeport McMoRan memiliki 90,64% saham dan pemerin tah Indonesia dengan 9,36% saham di PT Freeport Indonesia.
November 1967, Para kapitalis global mensponsori sebuah konfrensi di Swiss, yang merencanakan pengambilan Indonesia oleh koorporasi. “Konfrensi dihadiri oleh penguasa yang paling berkuasa di dunia, seperti David Rockefelle juga di hadiri para raksasa kapitalisme barat, representasi dari perusahaan migas, Bank, General Motor, British Leyland, ICI, British America Tabacco, Lehman Brothers, American Express, Siemens”. Laporan Video Investigasi jurnalis, John Pilger dari Ingris.Para pemimpin Indonesia yang disetujui oleh Jenderal Soeharto, yaitu  Menteri Luar Negeri Indonesia Adam Malik dan Menteri Ekonomi Sultan Hamengku Buwono turut menghadapi pengusaha besar dunia untuk mendengar betapa pentingnya investasi asing bagi masa depan Indonesia.
24 Maret – 4 Agustus 1969, Pepera diselengarahkan melalui beberapa tahap: Tahap pertama dimulai pada 24 Maret. Pada tahap ini dilakukan konsultasi dengan deewan kabupaten di Jayapura mengenai tata cara penyelenggaraan Pepera. Tahap kedua diadakan pemilihan Dewan Musyawarah pepera yang berakhir pada bulan Juni 1969 dan Tahap ketiga dilaksanakan pepera dari kabupaten Merauke dan berakhir pada tanggal 4 Agustus 1969 di Jayapura.
19 November 1969, Hasil Pepera itu dibawa ke sidang umum PBB dan pada Sidang Umum PBB menerima dan menyetujui hasil-hasil Pepera. Namun, Keabsahan hasilnya masih dipersoalkan oleh berbagai pihak sampai sekarang, karena pepera dilaksanaka di bawa kekerasan, intimidasi, terror, dan tidak demokratis. Operasi militer tetap berlanjut hingga pasca Pepera dengan alasan membasmi separatism seperti operasi militer di distrik  Jayawijaya (1977-1982); Operasi Sapu Bersih I dan II (1981); Operasi Galang I dan II (1982); Operasi Tumpas (1983-1984) dan Operasi Sapu Bersih (1985).
1 Juli 1971, Perlawanan TPN-OPM juga tidak mampu dipadamkan oleh militer Indonesia.  Selain melakukan aksi-aksi bersenjata seperti penyerangan, penculikan, sabotase dan sebagainya terhadap militer Indonesia, OPM melakukan aksi politik dengan memproklamirkan Negara Papua Merdeka.  Proklamasi tersebut dibacakan oleh Brigadir Jenderal Seth J Rumkorem bersama  Komandan Tentara Pembebasan Papua Barat. (NY)

Sumber:  Sebagian besar dikelola dari buku  berdujul Kegagalan Dekolonisasi dan illegal Referendum di Papua Barat, John Anari  (2011) dan dari berbagai sumber lainya.