Brosu Nobar dan Diskusi Film Mutilasi 4 Warga Sipil Papua Di Timika. ( Foto Dok BEM UT) |
“ Rasisme juga sering diartikan sebagai keyakinan bahwa manusia dapat dibagi menjadi kelompok terpisah berdasarkan ciri biologis yang disebut “ras”. Gagasan ini juga meyakini ada hubungan sebab akibat antara ciri fisik suatu ras dengan kepribadian, kecerdasan, moralitas, dan ciri-ciri budaya dan perilaku lainnya, yang membuat beberapa ras secara ‘bawaan’ lebih unggul dari yang lain”.
Persentuhan orang Indonesia dengan rasisme bisa ditelusuri setidaknya sejak masa penjajahan Belanda, ketika Dutch East India Company (Vereenigde Oostindische Compagnie/ VOC) menetapkan penggolongan kelas dan melegalkannya.
Bangsa Eropa menaklukkan Indonesia dengan menyerang dimensi paling mendasar dari eksistensi manusia, yaitu fisik dan rasnya. Sebutan ‘bangsa kuli’ juga dilekatkan penjajah pada masyarakat saat itu. Sebutan yang merendahkan itu menjadi strategi penjajah untuk mempermudah penguasaan ekonomi dan politik di Indonesia.
Lepas dari penjajahan asing, warga Indonesia sendiri pun tidak lepas dari perilaku diskriminatif. Beberapa insiden yang pernah meledak belum lama ini menguak perilaku rasis sebagian warga Indonesia kepada orang Papua.
Misalnya, pada Agustus 2019, sebuah organisasi masyarakat menyerang asrama mahasiswa Papua di Surabaya, menuduh mereka membuang bendera ke selokan sebelum perayaan kemerdekaan, dan menghina dengan kata-kata seperti “monyet,” “anjing,” “binatang,” dan “babi.” Insiden ini mendorong orang Papua turun ke jalan memprotes tindakan diskriminatif itu di beberapa kota. Ironisnya, beberapa peserta aksi tersebut lalu justru ditangkap atas tuduhan makar. Victor Yeimo yang merupakan juru bicara Komite Nasional Papua Barat (KNPB) didakwa makar karena dianggap memotori mendalam yang terjadi di Kota Jayapura pada 19 dan 29 Agustus 2019. Terdakwa kasus rasisme, Victor Yeimo akhirnya divonis delapan bulan penjara oleh Majelis Hakim dalam peradilan di Pengadilan Negeri Jayapura, Papua , Victor Yeimo dibebaskan dari Lembaga Pemasyarakatan Abepura, Kota Jayapura, pada Sabtu (23/9/2023).
Dalam diskusi itu ada salah satu pesera diskusi yang tidak mau namanya disebut dengan suara yang tegas mengatakat “Kami Bangsa West Papua akan mendapatkan perlakukan Rasis oleh Bangsa Indonesia, Jika Kami masih hidup dalam Negara Kolonil Indonesia ini”
Ada Kawan perempuan yang tak mau juga namanya disebukan mengatakan “ Ingat kawan Rasisme itu adalah anak kandung dari Kapitalisme dan Kolonial Indonesia, mereka lakukan ujaran Rasis kepada bangsa West Papua ada alasan yang mendasar dalam Penjajahan. Dengar ucapan Rasis kami pun akan menjadi manusia yang takut.
Dikusi yang sangat serius dengan Topik Rasis, namun waktu pun berjalan sekitar jam 20;00 malam. Diskusi pun dilanjutakan dengan Pemutara Film Mutilasi Timika yang diproduksi oleh SKPKC Fransiskan Papua pada Agustus 2023. Sutradara: Yokbeth Felle & Bernard Koten Durasi: 43:02 Menit Produksi: SKPKC Fransiskan Papua, Tahun Produksi: Agustus 2023.
Film ini menceritakan tentang Mutilasi di Timika, Papua adalah salah satu tragedi kemanusiaan yang sangat mengerikan. Tepat pada tanggal 22 Agustus 2022, empat warga sipil tewas dengan cara ditebas menggunakan parang, ditembak, lalu dimutilasi. Pelaku kasus mutilasi ini terdiri dari 6 anggota TNI dan 4 warga sipil. Peristiwa ini menggegerkan Papua bahkan dunia internasional. Kasus ini menjadi salah satu kasus yang disinggung dalam Sidang Dewan HAM PBB pada September 2022 lalu.
Film Mutilasi Timika yangdiproduksi oleh SKPKC Fransiskan Papua pada Agustus 2023 adalah sebuah upaya pendokumentasian pelanggaran HAM di Tanah Papua, yang disebabkan karena pelabelan atau stigma separatis dan KKB terhadap orang Papua. Stigmatisasi ini telah menyebabkan kekerasan dan pembunuhan sewenang-wenang. Kejahatan kemanusiaan ini menambah memoria passionis kemanusiaan di Tanah Papua. Bagaimana kejahatan tersebut terjadi dan bagaimana perjuangan keluarga korban dalam memperjuangkan keadilan bagi keempat korban? Silahkan ikuti cerita lengkapnya dan berbagi.
Setelah akhir dari pemutara film ini adapun banyak kesedian, kesal, dan marah yang terbangun dalam setiap hati peserta dikusi malam itu. Pematik Diskusi kawan Freedom pun memberikan pandangan singkat tentang film Mutilasi” Sampia kapan pun kami akan diangkap sebagai binatang yang harus di bunuh “
Diskuis film Mutilasi saya berikan untuk kita semua di forum ini silakn “ Kata Freedom
Iren : menagapi film mutilasi dengan suara dan tangisan ketika menglihat orang papua yang di potong-potong seperti ayam potong di pasar baru timika. “ Saya sakit Hati sekali sebagai Perempuan yang melahirkan anak Manusia Papua, tapi Tentara Nasional Indonesia (TNI) dengan seenaknya membunuh anak-anak yang saya kandung selam 9 bulan dan saya lahirkan mereka , itu semua menjadi makan bagi Militer Indonesia. Kami dibunuh dengan berbagai alasan dan kami akan menjadi minoritas diatas tanah Papua ini kawan-kawan. Mari kita bersatu untuk melawan Penindasan diatas tanah Papua.
Lanjut Iren” Di negara Indonesia Demo mati, banyak yang mereka lakukan untuk Pembungkaman suara rakya papua dengan alasan suipin ddl ,ketika kita orang Papua mau aksi damai”.
Ada juga salah satu kawan namanya Wenda menyampaikan “ Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini dipimpin oleh Orang Indonesia yang juga berkulit putih, maka kasus ini mereka tangani tidak serius. Kita Papua tetap Papua, kalua Indonesia itu semua orang oyame yang ada di Papua. Dalam hati kecil orang Indonesia mereka tu sangat benci kepada kita orang Papua Pemilik Tanah Ini kawan.
Pinus : Film itu sangat luar biasa, karena mereka buat flem itu dalam tekanan penjajahn, flem ini juga tidak terlepas dari rasisme. Kita ini belum lahir dalam perbudakan jadi kita rasa biasa-biasa saja, karena perbudakan itu hidup diatas ketergantugan. Kita ini sudah tidak diangkap lagi. Saya sakit hati sekali karena kami orang papua dari berbagai suku tahu masalah Mutilasi 4 warga sipil dari Nduga tetapi kami diam, seharusnya kami bersatu melawan ketidak adilan yang terjadi pada kita orang Papua , Kalua masalah peran suku antar kelompok kita cepat sekali respon untuk baku bunuh. Sial.
Lanjut Pinus “ Begimanakah mau bangun persatuan sedangkan kita saja tidak bersatu melawan kasus Mutilasi 4 Warga Sipil di Timika yang Tubuhnya di potong-potong . Memanasnya kasus mutilasi Timika Negara Indonesia membuat Tuan Rumah PON Di Papua . Fokusinya rakyat Papua mengikuti perkembangan masalah Mutilasi , malahan dibelokan ke PON Papua dan itu bagian dari pengalihan isi Mutilari. Kegiatan olaraga baru kita rame-rame . “Sekarang ini kita generasi Papua adalah generasi galau”.
Otis : Kasus mutilasi yang terjadi di Timika terhadap 4 warga sipil asal ndugama ini saya pikir belum sampai di Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB), karena PBB tidak pernah memuat kasus dan suarakan isu-isu seperti ini. Kita sebagai mahasiswa/I Papua pu tugas dan tangung Jawab untuk Menyuarakan Aspirasi Orang Papua . Di Intan Jaya banyak masyarakat sipil Papua yang dibunuh sekita 71 orang, tapi kami mahasis diamkan dan tidak pernah bangun dikusi seperti ini . semoga kedepan kita lebih aktif melakukan dikusi di kapus ini.
Eton : Rasis masuk pas orang kulit patih masuk dengan rasis di Papua . Saya bersyukur karena ada yang buat video documenter tentang Mutilasi 4 warga sipil Papua asal Ndugam oleh SKPKC Fransiskan Papua. Dari film ini Soal penegak hukum juga sangan rasisme, karena pelaku pembunuhn di hukum dengan penjara 10-15 tahun . Penerapan UU Indonesia tidak adil di terhadap orang Papua. Kasus pembunuhan itu banyak yang dilakukan oleh Indonesia melali aparat Militernya TNI dan POLRI di Papua tetapi selalu di benarkan oleh Hukum Indonesia . “ Film sudah jelas, tapi satu yang belum saya lihat ketika Para Pembunuha 4 warga sipil dalam penjara .
Belau : orang tua kami melahir kami dengan organ tubuh yang lengkap, tapi setelah dengan Indonesia kami pu tubuh tadak lengkap. Hukum Indonesia tidak bermanfaat bagi orang Papua dan tidak bisa melindungi orang Papua. “ walaupun kita orang Papua yang melakukan baik dalam Indonesia , tetap saya kita salah. Film itu luar biasa.
Setelah dikusi selesai di tutup dengan pembacaan puis oleh kawan Freedom yang berjudul
“NKRI HARGA
MUTILASI ”
Di hari itu bulan Agustus
6 Hari setelah HUT RI
22 Agustus 2022
Nyawa menjadi Kado Spesial
4 korban di Mutilasi
Dari agendanya terstruktur rapi
Dengan sengaja menyalakan api
Entah apa motifnya, kami bingung
Berita tersebar luas
Mengertak pintu-pintu emosi
Mengikis habis lapisan kesabaran
Menampung porsi emosi yang tinggi
Sungguh BIADAB....
Apakah Aparat adalah Keparat?
Mengapa Polisi Menjadi Polusi
Keadilan itu apa sebenarnya?
Hegemoni kembali beraksi
Kematian mengertak rakyat
Lagu lama kembali diputar
Irama-irama kemunafikan terdengar
Menyebarkan udara pada menampung minyak
Tercampur namun mereka tak bersatu
Namun dipaksakan,
Udara bukan minyak dan begitu
sebaliknya
Aku sepertinya tak bisa tidur
Berhalusinasi pada sejarah kelam
Menghayati luka-luka terpendam
Sepertinya ini sudah saatnya
Aku telah berdiri
Mencoba mempersiapkan diri
Sudah tak ada lagi pintu kebebasan
sepertinya aku harus
BERDIKARI
Berdiri di Kaki Sendiri
Kota Kapital, 14 September 2022
Kebebasan Karya Kobogau
Doa Penutuk . Sekian dan
terimaksi kedepan kita akan bertemu lagi Tutur Freedom.
Editor : WK
Tidak ada komentar
Posting Komentar