Pernyataan Sikap MAI-P Timika : Segera Bebasakan 4 Aktivis NFRPB

Tidak ada komentar

Masyarakat Adat Independent Papua MAI-P) Komite Kota Timika  dalam kegiatan memberikan dukungan terhadap pembebasan 4 aktivisme Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) yang di tahan di Makasar. (17/08/25. Foto,MAIP)

Masyarakat Adat Merdeka Papua ( MAI P ) Komite Kota Timika - Papua Bersolidaritas Dan Menuntut Kepada Negara Kolonial Indonesia Agar Segera dan Wajib;

" BEBASKAN KEEMPAT PEJUANG PAPUA TANPA SYARAT KARENA MEREKA BUKAN PELAKU MAKAR MEREKA KORBAN KRIMINALISASI "

Salam Masyarakat Adat

Selamatkan Tanah Adat Dan Selamatkan Manusia Papua

Acemo, Rabu Reha, Lau Wobok, Jou Suba, Nimo, Koyao, Koha, Kosa, Dormum, Foi-Moi, Tabea mufa, Nayaklak, Nare, Yepmum, Walak, Wainambe, Amakanie, Amolongo, Kinaonak, Wiwao, Wa...wa...wa...wa…

Pada 21 April 2025, aktivis Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) menyerahkan surat tembusan dari Presiden NFRPB, Forkorus Yaboisembut, yang berisi tawaran penyelesaian konflik Papua secara damai ke Kantor Gubernur Papua Barat Daya dan Kantor Wali Kota Sorong. Beberapa hari kemudian, berbagai pihak menentang aksi tersebut, termasuk Gubernur Papua Barat Daya Elisa Kambu, Wakil Wali Kota Sorong, serta sejumlah ormas pro-NKRI. Mereka bahkan meminta aparat keamanan untuk mengambil tindakan.

28 April 2025, empat aktivis NFRPB (Abraham Goram Gaman, Nikson May, Piter Robaha, dan Maxi Sangkek) ditangkap oleh Polresta Sorong dan langsung ditetapkan sebagai tersangka makar pada hari yang sama. Penangkapan dilakukan di rumah Abraham Goram di Klademak III, Sorong, disertai penyitaan barang-barang yang dianggap sebagai barang bukti. Sejak saat itu, keempat Tapol ditahan dalam kondisi buruk, ruang sempit, berasap rokok, dan minim sirkulasi udara. Setelah 49 hari, kesehatan mereka memburuk, terutama Abraham Goram (paru-paru kambuh) dan Maxi Sangkek (batuk darah). Pengaduan keluarga dan pendamping hukum (LP3BH Manokwari) agar dua Tapol yang sakit mendapat perawatan layak diabaikan aparat.

11 Agustus 2025, berkas perkara dinyatakan lengkap (P21) dan diserahkan kejaksaan. Kejaksaan kemudian mengajukan permohonan penundaan sidang ke Makassar, yang disetujui Mahkamah Agung dengan alasan manipulatif bahwa Sorong tidak kondusif. Keputusan pemindahan ini memicu gelombang aksi solidaritas di Sorong: long march, orasi, blokade jalan, hingga pembakaran ban sebagai simbol persetujuan. 27 Agustus 2025, massa aksi menghadang pemindahan Tapol di depan Polresta Sorong, namun dibubarkan secara represif oleh aparat TNI/Polri. Akibatnya, Maikel Welerubun tertembak di tulang rusuk dan tangan, sementara Yance Manggaprow ditangkap dan dirusak. Setidaknya 17 warga ditangkap, termasuk anak-anak di bawah umur. 29 Agustus 2025, aparat kembali menangkap Dedi Goram (anak Tapol Abraham Goram) dan tiga aktivis solidaritas (Aves Susim, Elisa Bisulu, Maikel Wafom). Protes spontan warga, terutama mama-mama Papua, mendesak ketenangan para tahanan hingga akhirnya 24 orang dibebaskan secara bertahap hingga 1 September 2025.

Perlu digarisbawahi: pemantauan 26 rakyat Papua Barat beserta 5 aktivis Solidaritas yang diadakan saat peristiwa 27 Agustus 2025, adalah murni karena desakan rakyat dan juga tidak ditemukannya bukti hukum yang kuat oleh kepolisian resor sorong kota, bukan kemurahan hati pemerintah atau Forkopimda Papua Barat Daya. Sementara itu, keempat Tapol NFRPB tetap dipindahkan ke Pengadilan Negeri Makassar untuk menjalani konferensi, meski situasi di Makassar sendiri juga tidak kondusif.Mereka telah melalui konferensi yang ke dua pada Senin 08 September 2025 dengan agenda pembacaan dakwaan. Dalam agenda pembacaan dakwaan Jaksa Penuntut Umum dari kejaksaan negeri Sorong dengan Jabatan Kasipidum yang menyampaikan bahwa mereka berdakwa dengan kasus Makar karena telah melakukan pemufakatan jahat. Dan pada hari Senin 15 September 2025 akan diadakan konferensi ketiga dengan agenda pembacaan eksepsi atau nota pembelaan.

Oleh karena itu kami menyampaikan kami akan menyampaikan beberapa 12 poin tuntutan politik kami.

Kami, Masyarakat Adat Merdeka Papua ( MAI P ) Komite Kota Timika, menyatakan:

1. Mendesak Mahkamah Agung membatalkan fatwa pemindahan empat Tapol NFRPB dari Sorong ke Makassar.

2. Mengingat situasi Makassar saat ini juga tidak kondusif, kami menuntut agar konferensi mengajukan permohonan ke Sorong.

3. Mendesak PN Makassar segera memvonis bebas keempat Tapol NFRPB.

4. Mendesak Komnas HAM RI mengusut penyelesaian pembunuhan terhadap Maikel Welerubun pada aksi 27 Agustus 2025.

5. Mendesak Kejati dan Ombudsman RI memeriksa Kepala Kejaksaan Negeri Sorong atas dugaan keterangan palsu soal “inkondusifitas” Sorong.

6. Hentikan intimidasi terhadap keluarga Sayang Mandabayan dan seluruh aktivis HAM Papua Barat.

7. Mendesak pemerintah Indonesia segera membentuk Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) independen untuk mengungkap senjata api dalam aksi 27 Agustus.

8. Menuntut Pemprov Papua Barat Daya melakukan pemulihan trauma dan membiayai korban luka [1] luka.

9. Menegaskan bahwa pembebasan 24 tahanan aksi 27 Agustus adalah murni hasil desakan rakyat, bukan kemurahan pemerintah.

10. Hentikan intimidasi terhadap keluarga 4 Tapol NFRPB.

11. Mendesak Jaksa Penuntut Umum untuk segera mencabut tuntutan makar yang telah didakwakan kepada keempat tapol bangsa Papua. Karena telah melanggar prinsip-prinsip hak asasi manusia dalam menyampaikan pikiran serta pendapat.

12.Tutup PT Freeport dan Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa Papua

13.Tolak Proyek Strategi Nasional Di Seluruh Tanah Adat Papua

14.Tarik Militer Organik Dan Non Organik Indonesia Di Atas Tanah Adat Papua

15.Tolak Pemekaran Daerah Baru Di Tanah Adat Papua

16.Tolak Seluruh Perusahaan Asing Dan Indonesia Di Tanah Adat Papua

17.Kami Bersolidaritas Terhadap Perjuangan Masyarakat Adat Di Tanah Papua, Indonesia Dan Dunia

18. Segera memberikan hak untuk menentukan nasib sendiri bagi rakyat Papua Barat sebagai solusi demokratis.

Kami akan terus mengawali isu ini dan menyebarkannya kepada seluruh rakyat Papua Barat serta masyarakat sipil Indonesia untuk bersolidaritas. Demokrasi tidak boleh dikuburkan di tanah Papua oleh segelintir elit yang bersembunyi di balik kepentingan.

Demikian siaran pers ini kami keluarkan untuk diketahui bersama oleh seluruh elemen Rakyat Papua Barat. Atas perhatian dan kerjasama semua pihak, kami sampaikan terima kasih.

Amungsa, 17 September 2025

Salam Masyarakat Adat

Selamatkan Tanah Adat Dan Manusia Papua

Masyarakat Adat Merdeka Papua (MAI P) Komite Kota Timika

 


Tidak ada komentar

Posting Komentar