Bendera MAI-P |
Pernyataan Sikap Politik Nasional Masyarakat Adat Independen Papua (MAI-P)
Pada tanggal 9 Agustus 2023 merupakan hari masyarakat adat
internasional. Hari penting bagi suku – suku pribumi (Indigenous People) atau orang asli (Native People). PBB memberikan perhatian khusus bagi persoalan
masyarakat asli pada tahun 1994 lewat resolusi 49/214. Tepat pada Hari 9
Agustus 2023 Tema Internasional yang
ditentukan oleh PBB Dengan Tema Global; Pemuda Adat sebagai Agen Perubahan
Untuk Penentuan Nasib Sendiri (Indigenous
Youth As Agents Of Change For Self-Determination). Dan di ikuti dengan beberapa
isu vital berdampak besar bagi masyarakat global.
Lahirnya hari masyarakat adat Sedunia yang diperingati setiap tahun diseluruh
dunia pada tanggal 9 Agustus , tidak terlepas dari sejarah panjang perlawanan
masyarakat adat terhadap kolonialisme , Kapitalisme beberapa abad yang lalu
hingga sekarang.
Apa
yang hari ini dialami oleh masyarakat pribumi di wilayah lain, tidak berbeda
dengan hari ini suku- suku asli yang mendihami tanah Papua. Sejarah yang
panjang dimulai dari perhampasan tanah adat melalui operasi Tiga Komando Rakyat
(TRIKORA)1961,Aneksasi 1963 ,hingga Proses Penentuan Pendapat Rakyat (PEPERA)1969
yang ilegal dan penuh manipulasi merupakan Awal malapetaka bagi penduduk asli
Papua, berbagai sandi operasi terus dilakukan hingga pembantaian terhadap suku
suku pribumi di Papua terus dialami pada masa kekuasaan soeharto. Perahampasan
terhadap tanah Papua selain aktor yang bernama negara dan militer sebagai
anjing Penjaganya. Ada aktor lain yang sangat dahsyat dan berbahaya, Sistem
bernama Kapitalisme..
Pencaplokan
dan peramapasan tanah adat Papua dimotori oleh kepentingan kapitalis-kapitalis Internasional.
Indonesia mencaplok Papua dilatarbelakangi oleh kepentingan Amerika Serikat
atas Papua, itu terbukti dengan hadirnya Perusahaan raksasa milik Amerika
Serikat yaitu Freeport 1967 sebelum Bangsa Papua dinyatakan bagian dari
kekuasaan kolonial Indonesiadi melalui Pelaksanaan
Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 yang ilegal.
Penentuan
Pendapat Rakyat (PEPERA) 1969 merupakan pintu masuk bagi kapitalisme. Selama
berkuasanya Orde Baru hingga era Reformasi masyarakat adat Papua dijadikan
tumbal politik untuk meloskan kepentingan kapitalisme-Imprealisme guna mengeruk sumber daya alam secara
besar-besaran.
Perampasan tanah adat
oleh Kolonial Indonesia melalui : UU Nomor 5 Tahun 1960 Tentang Pokok-Pokok
Agraria (UUPA) yang terlahir dengan semangat politik agraria versi kolonial Indonesia
(sebelum bergabungnya wilayah adat papua) yang bertujuan untuk menghilangkan struktur
feodalisme bekas kerajaan-kerajaan dan kolonialisme bekas jajahan belanda dengan
mengunakan perisitilahan hak ulayat yang bersumber dari budaya
matrilinear diberlakukan atas wilayah masyarakat adat papua yang bercorak komunal patrilineal
berdampak pada perubahan
struktur sosial papua yang memuluskan perampasan tanah adat papua;
Perampasan Tanah Adat
Papua dimasa pemerintahan kolonial Orde Lama dan Orde Baru yaitu dimulai dengan
penerapan Penerapatan UU Nasionalisasi Aset Belanda di Papua sejak tanggal 1
Mei 1963 melakukan Nasionalisasi Perusahaan Minyak di Sorong dan Pelabuhan
serta Bandara di Seluruh Papua, serta Melalui implementasi UUPA serta UU Nomor
1 Tahun 1967 Tentang Penanaman Modal Asing, dan UU Nomor 11 Tahun 1967 Tentang
Pokok-Pokok Pertambangan yang merupakan amanad Pasal 33 ayat 3 UUD 1945 telah
mewujudkan perubahan struktur sosial papua dan perampasan tanah adat papua yang
dilakukan secara sistematik dan struktural oleh pemerintah indonesia seperti
yang terjadi dalam Kontrak Karya I PT.
Freeport Mc Morand Copper And Gold Ink dengan Pemerintah kolonial
Indonesia pada tanggal 7 April 1967 yang
menguasai wilayah Masyarakat Adat Papua (1962 – 1969); dan Penandatanganan HGU
PT.PN II Morowali untuk kebun Sawit di Prafi dan Arso pada tahun 1983 yang
direalisasi dengan Kebijakan Transmigrasi (PIR Trans);
Memasuki
era reformasi orang asli Papua ditipu dengan pemberian OTSUS sebagai gula gula
manis.Otonomi khusus merupakan resolusi konflik untuk penyelesaian konflik
Papua. Tapi kenyataannya Otsus adalah pemicu konflik.
Otonomi
khusus Papua membawa malapetaka bagi masyarakat adat Papua.selama berlakunya UU
Otsus Papua dari tahun 2001-2021 Perampasan tanah adat sangat masif terjadi
diseluruh wilayah adat Papua. Masifnya perampasan tanah menyebabkan terjadinya
deforestasi hutan skala besar terjadi di Papua.
Data
Forest Watch Indonesia juga menunjukkan, laju deforestasi di Papua. Pada
periode 2000-2009, laju deforestasi di bioregion Papua seluas 60.300 hektar
pertahun. Meningkat tiga kali lipat pada periode 2009-2013 seluas 171.900
hektar pertahun. Periode selanjutnya, 2013- 2017, laju deforestasi pun makin
meningkat jadi 189.300 hekatr pertahun.
Pusaka.
Or. Id juga menunjukkan, dalam kurun waktu 1988-2011 luas lahan untuk ijin
usaha pembalakan hasil hutan kayu (HPH) ditanah Papua seluas : 11.170.416
(Sebelas Juta seratus tujuh puluh ribu empat ratus enam belas)Ha hanya untuk 86
Perusahaan (saat ini beberapa dari puluhan perusahaan tersebut telah berhenti
beroperasi , beberapa diatas berganti kepemilikan atau diakusisi beralih
pemilik baru).
Riset
FWI (2022) mengungkapkan ada Enam(6) Perusahaan Yang Punya Lahan Konsesi Skala
Luas Di tanah Papua yaitu ; Almindo Grup
750.150 Ha, Kayu Lapis Indonesia (KLI) Grup 632.000 Ha, Raja Garuda Mas (RGM) Grup
549.000 Ha, Sinar Wijaya Grup 547.000 Ha, Korindo Grup 417.000 Ha, Masindo Grup
406.000 Ha.
Gurita
Bisnis ALS Group Di Tanah Papua melalui Almindo Grup memiliki Empat (4 ) cabang
perusahaan yang bergerak di bidang: 1.Peusahaan Pembalakan Hutan , dikelola
oleh 3 anak cabang perusahaan yaitu : PT. Rimbakayu Arthamas (beroperasi di
Teluk Bintuni), PT. Prabu Alaska (beroperasi di Kab. Fakfak, Kaimana, Boven
Diguel), PT. Hutan Hijau Papua Barat ( beroperasi di Sorong wilayah adat
Malamoi).
2.Industri
Pengelolaan Kayu , dikelola oleh satu anak cabang perusahaan, yaitu : PT. Karas
Industri Papua (beroperasi di Karas, Kab. Fakfak).
3.Proyek
Food Estate Bangun Bumi Papua (Industri Peternakan dan Perkebunan Jagung) ,
dikelola oleh satu anak cabang perusahaan ;PT.Nuansa Lestari Sejahtera (beroperasi
di Kebar, Kab. Tambrauw dan mendapat penolakan keras dari masyarakat adat suku Mpur).
4.Bisnis
Karbon , dikelola oleh satu anak perusahaan ; PT. Rimbakayu Arthamas dengan
bermitra dengan 9 Perusahaan pemegang Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH)
untuk penyerapan karbon di tujuh distrik di kab. Asmat, Mapi, Boven Diguel, Sarmi,
Mamberamo Raya, Waropen, dan Kaimana dengan luas 1.573.705 Ha.
Konsesi
Perusahaan Kayu PT.HHPB(Hutan Hijau Papua Barat berada diapit oleh konsesi Perusahaan
Kayu PT. MANCARAYA AGRO MANDIRI , terletak di distrik SayosaSayosa, Sayosa
Timur, Klayili, Maudus, Wernak, Kab.Sorong ;Distrik Salkma, Kab. Sorong Selatan,
dengan luas 92.148 Ha.
Pemerintah
kolonial Indonesia juga berambisi mengeksploitasi Sumber Daya Alam Papua Dalam
Proyek MP3EI yang sudah berganti nama dengan Proyek Strategis Nasional melalui Perpres
Nomor 58 Tahun 2017 tentang Perubahan atas Perpres Nomor 3 Tahun 2016 Tentang
Percepatan Pelaksanaan Proyek Strategis Nasional , ada 4 Proyek Strategis yang
akan mengacam Hak Ulayat Masyarakat adat Papua, Yaitu ; Proyek Tanggul LNG Train
3(Proyek Pipa Gas), Kawasan Industri Teluk Bintuni, Kawasan Ekonomi Khusus
Sorong, Kawasan Ekonomi Khusus Merauke.
Selain
itu rencana eksploitasi sumber data alam di provinsi Papua Tengah, Papua
Pegunungan Tengah dan Papua Selatan yaitu ; Rencana Eksploitasi SDA di Blog
Wabu ,Eksploitasi Aneka Tambang di Pegunungan Bintang, Temuan harta karun Blog
Warin (minyak dan gas) yang jumlahnya melebihi Blog Masela di Ambon.
Praktek
Eksploitasi SDA Di Propinsi Papua Tengah
DI , Komisi Pemberantasan Korupsi Republik Indonesia (KPK RI) mendekteksi dalam
8 wilayah atministrasi kabupaten tersebut, terdapat 53 Izin KK dan IUP. Ke-53
ijin tersebut, terbagi kedalam 9 Izin CNC dan 44 Izin Non CNC khususnya Batu
Bara, Emas, Nikel dan Tembaga yang terletak dibeberapa kabupaten yang masuk
dalam wilayah Propinsi Papua Tengah, seperti : Kabupaten Mimika : 5 Izin
(Tembang dan Emas), abupaten Puncak Papua :
4 Izin (Emas),Kabupaten Puncak Jaya : 4 Izin (Emas),Kabupaten Intan Jaya
: 6 Izin (Batu Bara dan Emas),Kabupaten Nabire : 14 Izin (Nikel dan Emas),Kabupaten
Dogiai : 3 Izin (Batu Bara dan Emas) ,Kabupaten Deiyai : 1 Izin (Batu Bara),Kabupaten Paniai” : 7 Izin (Emas).
Lajunya
eksploitasi sumber daya alam demi kepentingan Kapitalisme Global dan Kaum
Oligarki Kolonial Indonesia telah menciptakan konflik agraria yang
berkepanjangan antara Masyarakat adat Papua dan kaum Investor. Dimasa berlanjutnya
UU OTSUS Papua Jilid dua(2021-2041) yang dipaksakan oleh jakarta yang juga
secara sepihak meloloskan Pemekaran Daerah Otonomi Baru telah menciptakan
konflik Agraria antara masyarakat adat Papua dan Pemerintah.Ketika Penyelundupan kebijakan pemekaran Daerah
Otonomi Baru (DOB) dalam UU Nomor 2 Tahun 2021 telah menunjukan dampak buruknya
di sektor agraria sebagaimana terjadi di Wamena dalam kasus pro dan kontra
penempatan tempat Kantor Gubernur Papua Pegunungan Tengah dan Kasus konflik
horizontal antara suku Lani dan Mee di Distrik Uwapa, Topo, Nabire akibat
transaksi tanah adat secara serampangan oleh orang yang bukan pemilik tanah
adat.
Gelombang protes masyarakat adat Papua dengan pihak Investor juga terjadi di beberapa wilayah di Papua yaitu protes masyarakat adat Suku Awyu yang melakukan Gugatan Lingkungan Hidup dan Perubahan Iklim di Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jayapura, dikarenakan putusan pejabat menerbitkan Surat Keputusan Kepala Dinas Penanaman Modal dan Pelayanan Terpadu Satu Pintu (DPMPTSP) Provinsi Papua Nomor 82 Tahun 2021 tentang Kelayakan Lingkungan Hidup Rencana Pembangunan Perkebunan Kelapa Sawit dan Pabrik Pengolahan Kelapa Sawit dengan kapasitas 90 Ton TBS/Jam seluas 36.096,4 hektar oleh PT Indo Asiana Lestari di Distrik Mandobo dan Distrik Fofi, Kabupaten Boven Digoel, Provinsi Papua selatan, pada tanggal 2 November 2021. Keputusan ini mengeksklusi hak dan akses masyarakat adat atas tanah dan hutan adat, mengancam kerusakan dan hilangnya hutan dan lahan basah dalam skala luas, berpotensi menyebabkan peningkatan emisi gas rumah kaca.
Selain perlawanan Masyarakat Adat Awyu terhadap PT.
Indo Asiana Lestari, Gelombang Protes Masyarakat Adat Papua juga terjadi di
sorong yaitu Antara Masyarakat Adat Malamoi dengan PT. Hutan Hijau Papua Barat.
Konsesi perusahaan kayu PT HHPB berada diapit oleh konsesi perusahaan kayu PT
Mancaraya Agro Mandiri, terletak di Distrik Sayosa, Sayosa Timur, Klayili,
Maudus, Wernak, Kabupaten Sorong ; dan Distrik Salkma , Kabupaten Sorong
Selatan, dengan luas 92.148 ha.
Akibat dari keras kepalanya pihak investor telah memicu gelombang protes Puluhan pemuda dan warga Suku Moi yang bergabung dalam aliansi GERAKAN SELAMATKAN MANUSIA, HUTAN dan TANAH MELAMOI melakukan aksi protes dan menolak rencana pemerintah dan perusahaan kayu PT Hutan Hijau Papua Barat (HHPB) untuk Perizinan Berusaha Pemanfaatan Hutan (PBPH) pada kawasan hutan seluas 92.148 hektar.
Akibat
dari masifnya perampasan tanah untuk kepentingan Kapitalis dan kolonial akan
berakibat pada ancaman Ekosida kepada masyarakat adat Papua , seperti ; Hilangnya
hutan dan tanah adat, rawa dan gambut; Hilangnya sejarah kehidupan, Hilangnya
sumber pangan komunal, Hilangnya sumber mata pencaharian dan penghasilan
ekonomi, Hilangnya pusat belajar dan pengetahuan adat, Hilangnya tempat
bersejarah, Hilangnya tempat ritual, tempat keramat dan tempat suci, kerusakan
dan hilangnya keanekaragaman hayati yang endemic. Kerusakan lingkungan dan
penurunan kualitas air dan tanah.
Tanah Papua menjadi tujuan bagi para investor dan koorporasi
internasional, lewat pertemuan pertemuan global (G20) antara Indonesia dan
negara imperialis. Pada 30 Juni 2022, pengesahan
tiga Rancangan Undang-Undang (RUU) Daerah Otonomi Baru (DOB) di provinsi Papua
telah disahkan melalui Rapat Paripurna Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI di
Jakarta. Kebijakan kebijakan ini dibuat
oleh mereka para olligarki Jakarta dan negara negara yang tergabung dalam G20
demi menanjabkan usaha usahanya di atas tanah Papua, tanpa mempertimbangkan
sikap dan tuntutan rakyat Papua. Rakyat
Papua hari ini mayoritas sebagai suku –suku bangsa yang hidup dalam tatanan
adat sebagai pedoman, jika kesadaran dan perlawanan terhadap penting tanah dan
manusia, telah hilang/mati. Lantas, bagaimana pentingnya berjuang terhadap hak
akan kemerdekaan?
Oleh karena itu, kami Masyarakat adat Independen Papua (MAI-P) menyatakan sikap:
1.
TUTUP PT FREEPORT INDONESIA
2.
TOLAK MIFE
3.
TOLAK MP3I
4.
TOLAK BLOK WABU
5.
TOLAK PT.AGRO LESTARI (PAL) TIMIKA
6.
TOLAK PEMBANGUNAN PABRIK SMELTER DI
FAK –FAK
7.
CABUT IJIN USAHA KELAPA SAWIT DI
SELURUH WILAYAH ADAT PAPUA BARAT.
8.
MENDUKUNG PEMBANGUNAN KHUSUS PASAR
MAMA MAMA PAPUA DI SELURUH TANAH ADAT PAPUA BARAT.
9.
MENDUKUNG PERJUANGAN MASYARAKAT ADAT
SUKU AWYU MERAUKE
10. MENDUKUNG PERJUANGAN MASYARAKAT ADAT MALAMOI TOLAK PT.HHPB
11. MENDUKUNG PERJUANGAN MASYARAKAT ADAT WELESI DAN WOUMA MENOLAK
PEMBANGUNAN KANTOR GUBERNUR
12. TOLAK PEMBANGUNAN BENDUNGAN KLAW SOW (SORONG)
13. TOLAK PEMBANGUNAN KAWASAN EKONOMI KHUSUS (KEK) SORONG
14. MENDUKUNG PERJUANGAN ADAT MASYARAKAT ADAT GRIMINAWA
15. MENDUKUNG PERJUANGAN MASYAKAT ADAT SUKU MPRI TAMBRAUW MELAWAN PT.NUANSA LESTARI SEJAHTERA
16. CABUT IJIN 53 PERUSAHAN YANG BERGERAK DI BIDANG TAMBANG, EMAS,
BATU BARA, NIKEL, GAS BUMI TERSEBAR DI SELUARUH WILAYAH PAPUA.
17. MENDUKUNG SEMUA PERJUANGAN MASYARAKAT ADAT DI SELURUH TANAH
PAPUA.
18. SEGERA HENTIKAN UPAYA PEMEKARAN PROVINSI DI WILAYAH WEST PAPUA..
19. BUKA AKSES JURNALIS SELUAS-LUASNYA DI WEST PAPUA.
20. TARIK MILITER ORGANIK DAN NON-ORGANIK DARI WEST PAPUA.
21. STOP KILLING PAPUANS PEOPLE.
22. STOP PERAMPASAN TANAH ADAT SERTA STOP KRIMINALISASI MASYARAKAT ADAT DI
WEST PAPUA.
23. INDONESIA STOP EKOSIDA DAN GENOSIDA DI WEST PAPUA.
24. TUTUP BANDARA ANTARIKSA DI BIAK WEST PAPUA
25. BEBASKAN TAHANAN POLITIK WEST PAPUA TANPA SYARAT
26. TOLAK PENGEMBANGAN BLOK WABU DAN TUTUP SEMUA PERUSAHAAN NASIONAL JUGA
MULTINASIONAL DI SELURUH WILAYAH WEST PAPUA
27. TANGKAP, ADILI, DAN PENJARAKAN JENDERAL-JENDERAL PELANGGAR HAM
28. HENTIKAN RASISME DAN TANGKAP PELAKU POLITIK RASIAL
29. HENTIKAN OPERASI MILITER DI NDUGA, INTAN JAYA, PUNCAK JAYA, PEGUNUNGAN
BINTANG, MAYBRAT, DAN SELURUH WILAYAH WEST PAPUA LAINNYA
30. PBB HARUS BERTANGGUNG JAWAB SERTA TERLIBAT AKTIF SECARA ADIL DAN
DEMOKRATIS DALAM PROSES MENENTUKAN NASIB SENDIRI, PELURUSAN SEJARAH, DAN
PENYELESAIAN PELANGGARAN HAM YANG TERJADI TERHADAP BANGSA WEST PAPUA.
31. MENDESAK PEMERINTAH RI UNTUK MEMBERIKAN AKSES SELUAS-LUASNYA KEPADA
KOMISI HAM PBB UNTUK MENINJAU SITUASI HAM DI WEST PAPUA SECARA LANGSUNG
32. JAMINAN KEBEBASAN INFORMASI, BEREKSPRESI, BERORGANISASI, DAN
BERPENDAPAT BAGI BANGSA WEST PAPUA.
33. KAMI MENDUKUNG PERJUANGAN MASYARAKAT ADAT DI INDONESIA
(JAWA,SUMATRA,KALIMANTAN,SULAWESI,MALUKU ) DALAM MELAWAN PERAMPASAN LAHAN OLEH
INVESTOR.
34. KAMI MENDUKUNG PERJUANGAN RAKYAT INDONESIA MENOLAK OMNIBUS LAW DAN
SAHKAN RUU PKS TANPA DIPRETELI
35. MASYARAKAT ADAT BERHAK MENENTUKAN NASIB SENDIRI SESUAI KONVENSI INVENTERNASIONAL
Selamatkan Tanah adat dan Manusia Papua!
Amungsa, 9 Agustus
2023
Ketua Umum
Masyarakat Adat Indepeden Papua (MAI-P)
Jonsen
Tsenawatme
Tidak ada komentar
Posting Komentar