𝗔𝗽𝗮𝗸𝗮𝗵 𝗔𝗱𝗮 𝗙𝗮𝗸𝘁𝗼𝗿 𝗘𝗸𝗼𝗻𝗼𝗺𝗶 𝗣𝗼𝗹𝗶𝘁𝗶𝗸?𝗦𝗲𝗵𝗶𝗻𝗴𝗴𝗮𝗵 𝗡𝗲𝗴𝗮𝗿𝗮 𝗞𝗼𝗹𝗼𝗻𝗶𝗮𝗹 𝗠𝗲𝗺𝗮𝗸𝘀𝗮 𝗥𝗮𝗸𝘆𝗮𝘁 𝗧𝘂𝗻𝗱𝘂𝗸 𝗗𝗶𝗯𝗮𝘄𝗮𝗵 𝗣𝗣𝗞𝗠?

Tidak ada komentar

𝗛𝗮𝘀𝗶𝗹 𝗗𝗶𝘀𝗸𝘂𝘀𝗶 𝗣𝗲𝗿𝗱𝗮𝗻𝗮 𝗠𝗔𝗜-𝗣𝗮𝗽𝘂𝗮 

Artikel ini dibuat berdasarkan hasil diskusi Perdana MAI Rabu, 21 Juli 2021, Diskusi Online via-WA grup MAI-Papua dibuka dan ditetapkan Pukul 16:00 – 18:00 waktu Papua (WP). 

𝗧𝗼𝗽𝗶𝗸 𝗗𝗶𝘀𝗸𝘂𝘀𝗶𝗻𝘆𝗮 : 

Apakah ada faktor Ekonomi Politik? Sehingga Negara Koloni Memaksa Rakyat Tunduk di Bawah PPKM?

𝗣𝗮𝗻𝗱𝗮𝗻𝗴𝗮𝗻 𝗨𝗺𝘂𝗺 𝗱𝗮𝗿𝗶 𝗠𝗔𝗜-𝗣𝗮𝗽𝘂𝗮 𝘂𝗻𝘁𝘂𝗸 𝗺𝗲𝗺𝘂𝗹𝗮𝗶 𝗗𝗶𝘀𝗸𝘂𝘀𝗶𝗻𝘆𝗮 : 

Kita telah menyaksikan seksama bahwa penguasa negara (kolonial) yang terdiri dari para oligarki, mafia cikeas, perwira militer indonesia, pimpinan partai politik praktis, pimpinan agama moderat, dan perangkat elit birokrat pemerintahan indonesia dari Presiden sampai ke Kepala Kampung, Rukun Tetangga (RT) / Rukun Warga (RW), merupakan suatu perangkat penguasa dan pemangku sistem yang menindas rakyat jelata atau masyarakat adat. Pada tingkatan atas, mereka pandai mengatur skenario, dan dengan kekuatan-kekuatannya (kekuatan suprastruktural) yang didesain sistematis ini terarah pada sebuah keharusan (wajib) mengikuti aturan-aturan yang berujung pada “diam”. Dan, tanpa henti-hentinya mereka mempropagandakan “daruratnya” covid-19. Kita perlu memahami bahwa di dalam diam dan daruratnya itu, telah banyak sekali Rancangan Undang-Undang (RUU) yang dimandemenkan, disahkan melalui Dewan Perwakilan Partai-Partai Politik Praktis (yang katanya DPR) yang MAI-Papua menyebutnya DP5. Sebelum itu, melalui perwira militer indonesia telah ikut campur di dalam urusan Komisi Pemberantas Korupsi (KPK), juga pada Kontras dan Komnas HAM pun terus mendapatkan kontrol langsung yang sistematis dari kekuatan suprastruktural itu dengan alasan “masalah rumah tangga” dan atau “menjaga keutuhan NKRI”, dan macam-macam yang disesuaikan dengan kepentingan mereka.

Topik kita di atas melihat dan memberikan pandangan terkait perlakuan negara (kolonial) Indonesia yang sepihak itu dan memerintahkan pemberlakuan PPKM, apakah ini bagian dari pembungkaman ruang demokrasi, pengalihan, atau memaksa rakyat jelata (masyarakat adat) agar terus berdiam dalam darurat itu. Sementara itu, mobilitas kapitalisme yang berujung pada penghisapan dan eksploitasi terbuka selebar-lebarnya melalui RUU untuk melegalkannya, itu artinya, inilah sistem yang menindas rakyat jelata atau masyarakat adat. Karena, di dalam RUU atau kebijakan merevisi suatu RUU yang telah diamandemenkan telah melegalkan itu, seperti; Omnibuslaw, Otonomi Khusus (Otsus), dan lainnya.

Di dalam Otsus Papua Jilid II, Tito Karnavian yang adalah Perwira dan mantan Kapolri, saat ini elit birokrat di Kementerian Dalam Negri di berbagai media mangatakan hal-hal yang akan direvisi dalam Otsus antar lain; soal ekonomi, perizinan, dan royalti. Berarti, RUU Otsus Jilid II ini tidak bisa memperkuat posisi masyarakat adat, padahal, jika kita membedah materi Otsus di dalamnya akan ditemukan; 109 kata adat yang dipakai, adat istiadat empat kali, masyarakat hukum adat 32 kali, masyarakat adat 30 kali, hak ulayat 18 kali, kultural lima kali, dan budaya lima kali. Jika berhadapan dengan versi oleh negara kolonial melalui Tito Karnavian, Ini menjelaskan bahwa status masyarakat adat akan terancam “musnah” yang sebelumnya memprihatinkan atau zona degradasi itu.
Kita mestinya memahami sebuah “by design” ini dan melihat persoalan pandemi sebagai suatu konspirasi ekonomi-politik.

Saat negara melakukan PSBB dan “lockdown”, saat itu pula negara mengumumkan mendapatkan bantuan dari negara-negara adhi khuasa (kapitalis) dan dari WHO, PBB. Setelah ada kelonggaran pergerakan masyarakat sosial, barulah media-media nasional milik penguasa negara kolonial ini menyampaikan utang negara yang kian meningkat.

Saat ini, negara kolonial indonesia memberlakukan PPKM, seperti yang dikabarkan di media milik elit politik praktis, AR Bakrie, tvOne, Indonesia urutan ke-7 dengan posisi utang terbesar ke Bank Dunia, dan juga memunyai utang ke negara-negara Kapitalis. Sementara itu, rakyat indonesia dibuat diam dalam darurat, mati karena lapar, dan urusan rumah tangga hancur karena akses pencarian nafkah dibatasi, dan lain sebagainya.

Negara justru berfikir dan melakukan upaya melunasi utang-utang yang tidak dinikmati rakyatnya. Apalagi, Papua yang sangat beda dengan rakyat Indonesia itu. Utang negara kolonail indonesia harus dibayar dengan cara apapun, meskipun itu merampas dan menghisap hak-hak dasar rakyat, atau, masyarakat adat, lebih khusus Papua.

Untuk itulah PPKM harus dipaksa, negara kolonial indonesia tidak perduli dan anti kemanusiaan terhadap kaum buruh, tani, nelayan, kaum miskin kota, dan masyarakat adat, dan lainnya, termasuk mama-mama pasar (ekonomi rakyat) jika dilihat dari perketatnya PPKM itu.

𝗗𝗶𝘀𝗸𝘂𝘀𝗶 𝗱𝗶𝗺𝘂𝗹𝗮𝗶 𝗽𝘂𝗸𝘂𝗹 𝟭𝟲:𝟬𝟬 𝗪𝗣

1.Tanggapan Akademisi 

Kesempatan diberikan kepada Ricardus Keiya (Akademisi dan juga pengiat masalah Agraria). 

Penyampaian Keiya, Menyangkut pertanyaan ini : 
1. Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN),Wahana  Lingkungan Hidup (WALHI) dan Konsorsiuk Pembaharuan Agraria (KPA)
2. Beberapa waktu lalu memberikan kritik tentang kebijakan pemerintah dalam mengatasi pandemi. Ada 3 poin kritikan yang diberikan.
Menurut mereka : 
1. Pemerintah tidak efektif bekerja, 
2. Pemerinta tak adil. Dan,
3. Pemerintah abai.

Jadi dalam kontek masyarakat adat, sejauh ini, apapun kebijakan terkait pandemi yang dilakukan pemerintah sejauh  ini belum terintegrasi dengan baik.
Kebijakan PPKM ini  tidak hanya berpengaruh, di sisi lain pemerintah membatasi aktivitas masyarakat. Namun, di sisi lain mobilitas perusahaan berkaitan hutan adat terus di buka.

2. Tanggapan Mahasiswa

LUKY TEKEGE( Mahasiswa Papua membagikan beberapa pandangan tentang topik diskusi ini.
Soal PPKM yang diterapkan di Papua  secara keseluruhan tidak efektif, ada beberapa poin yang saya catat: 

1. pemerintah mengeluarkan peraturan PPKM dan mulai tanggal 1 Agustus lockdown khusus di wilayah Papua, dampaknya akan terasa di masyarakat Papua dan di sisi lain Jokowi keluarkan surat untuk mengakhiri PPKM mulai tgl 26/27 Juli khusus di Jawa (luar Papua),

2. Soal keamanan operasi militer Masih secara masif di lakukan sampai saat ini
 
3. Tanpa mematuhi proses dan situasi yang terjadi saat ini

 4. Ekonomi tidak akan berjalan baik, karna kita masih terikat beberapa masalah tentang UUD OTSUS, dan lain-lain. Dan, beberapa utang negara yang dimana Negara akan bekerja sama dengan para investor asing untuk masuk ke Papua secara masif, hal ini sudah mulai terjadi sampai saat ini.

Dampak yang terjadi kita akan kekurangan stok makanan, obat-obatan, dan akan terjadi krisis ekonomi dimana tanah hak kita akan di kuasai para otoriter ini dimana Papua dan tanahnya akan jadi pasar buat investor asing. Yang sudah terjadi saat ini di Merauke dengan Mifee, Sorong dengan minyak, Bintuni dengan aftur dan avgas, dan lain-lain, beberapa tempat lain di papua, seperti; kayu gaharu, kayu besi, dan lain-lain, masih banyak yang belum tereksplor.

3. Tanggapan Aktivis

Bob Tsenawatme( Aktivis MAI) menyampaikan ; 
Melihat realita hari ini di berbagi wilayah indonesia lebih khusus tanah papua. Saya melihat dulu, sekarang, dan besok, negara lebih tunduk dan berpihak kepada kapital (pengusaha-pengusaha internasional, nasional sampai daerah ) lihat saja dalam pengesahan UU Omnibuslaw di sahkan secara sepihak beberapa waktu lalu dan di dalam UU terseb banyak menguntungkan pengusaha-pengusaha dan negara melindungi dan mengiziikan pengusaha-pengusaha merampas tanah-tanah adat dan menguras tenaga-tenaga rakyat, ketika rakyat mempertahankan tanah adatnya pemerintah dan perusahaan mengarahkan militer untuk memukul mundur rakyat

Untuk di papua ada berbagai izin yang di berikan oleh negara , provinsi, dan kabupaten, juga militer untuk mengambil alih dan melakukan perampasan tanah adat tanpa mengetahui rakyat membuat perusahaan-perusahaan internasional, nasional dan  daerah lebih gila merusak tatanan kehidup masyarat masyarakat adat. 

Di timika ada berbagai kasus perampasan tanah adat di timika  yang kita tau selama ini PT Freeport saja, tapi masih ada banyak perampasan tanah ada oleh negara, perusahaan-perusahaan dan militer-militer, contoh perusahaan kelapa sawit, militer ambil alih tanah rakyat untuk membuat pos militer, freeport memperluas wilayah operasi penambangan, pengusaha-pengusaha lokal merampas tanah-tanah rakyat dengan kekuatan militer bayaran.

Dengan melihat realita yang terjadi, saya berpikir bahwa negara indonesia, perusahaan-perusahaan, dan militer hadir di tanah papua lebih khusus timika hanya untuk merusak tatanan hidup masyarakat adat papua dengan berbagai persoalan kehidupan seperti kerusakan alam, limbah, biaya hidup tinggi, angka kematian tinggi, dan lain sebagainya.

Dengan adanya PPKM rakyat papua akan menderita kelaparan, kesakitan dan mati di atas tanahnya yang kaya dan subur. Saya sering berpendapat bahwa Timika itu “ DAERAH MAFIA “.
Tambahan lagi:

Beberapa waktu lalu pemerintah indonesia dan papua sibuk bahas otsus, pon xx, pengangkatan sekda provinsi, pembuatan gedung-gedung, jalan-jalanm dan pemekaran,  tanpa melihat akan ada serangan covid-19, namun hari ini rumah-rumah sakit di papua kewalahan karena fasilitas, obat-obatan dan tenaga medis kurang, itu artinya Negara dan pemerintah provinsi mengabaikan dan memberikan jaminan hak hidup serta hak rasa nyaman kepada rakyat sehat tanpa panik, trauma  dan mendapatkan jaminan hidup.

Dengan melihat situasi tersebut Negara dan pemprov telah mengabaikan kehidupan rakyat papua dan rakyat papua sedang  menuju kematian masal yang sangat halus dan sistematis.

𝗞𝗲𝘀𝗶𝗺𝗽𝘂𝗹𝗮𝗻 𝗗𝗶𝘀𝗸𝘂𝘀𝗶 𝗣𝗲𝗿𝗱𝗮𝗻𝗮 𝗢𝗻𝗹𝗶𝗻𝗲 𝗩𝗶𝗮-𝗪𝗔 , 𝗥𝗮𝗯𝘂 𝟮𝟭 𝗝𝘂𝗹𝗶 𝟮𝟬𝟮𝟭 , 𝗽𝘂𝗸𝘂𝗹 𝟭𝟲:𝟬𝟬-𝟭𝟴:𝟬𝟬 𝗪𝗣 

PPKM harus dipaksa, negara kolonial indonesia tidak perduli dan anti kemanusiaan terhadap kaum buruh, tani, nelayan, kaum miskin kota, dan masyarakat adat, dan lainnya, termasuk mama-mama pasar (ekonomi rakyat) jika dilihat dari perketatnya PPKM itu. Ada apa? Padahal, banyak kritikan terkait hal-hal atau kebijakan yang sepihak itu, Seperti; AMAN, WALHI, dan KPA. Dan juga, dari MAI-Papua.
Data Forest Watch Indonesia, Greenpeace Indonesia, dan Mongabay.co.id, menyampaikan bahwa laju deforestasi, perampasan lahan, eksploitasi besar-besaran, bahkan banyak izin lahan yang dimanipulasi, bahwa bukti masyarakat adat terancam dari sisi tanah sebagai sumber hidup dan alam yang menyimpan sumber pangan lokal, dan juga bahan-bahan dasar bagi kelangsungan hidup masyarakat adat.
Rakyat harus tunduk di dalam pandemi, sementara negara para oligarki terus mempraktekkan perampasan, mereka juga komprador kapitalis asing yang menghisap dan berkolaborasi bersama militerisme indonesia melakukan intimidasi, pembunuhan misterius, pengejaran dan lebel teroris, dan sebagainya hanya untuk mempermudah penghisapan.

MAI-Papua mengajak, bebaskan pikiran kita walau dibungkam sistem yang menindas, dan untuk kehidupan ke depannya yang lebih baik, demi demokrasi, kemanusiaan, generasi dan penyelamatan bumi atas ancaman perubahan iklim, bencana alam, kerusakan lingkungan, dan lainnya, mari! Kita akhiri, bangkit dan lawan. Solusi Demokratis yang Damai dan Bermartabat adalah berikan Hak Penentuan Nasib Sendiri Bagi Rakyat Papua.

Tolak Otsus Papua, Tutup Freeport sebagai dalang dari gejolak Politik dan Seluruh Perusahaan Asing di Tanah Papua, Tolak Omnibuslaw, Buka Ruang Demokrasi, Buka Akses Bagi Jurnalis Untuk Bebas Meliput, Bebaskan Victor Yeimo dan Seluruh Tapol Papua, Stop Pengiriman Militer Organik-non organik dan Tarik Semua Militer Yang Ada.

Salam juang, dari medan gelisah!
Salam Solidaritas Tanpa Batas. #LAWAN!

Salam juang #LAWAN!

Tidak ada komentar

Posting Komentar