Aku kembali menentang sebuah peraduan hingga ke peradaban. Gunung dan lembah menjadi saksi misteri leluhur bersemedi. Sehingga aksara risalah dan sejarah menjadi saksi untuk orang-oramg pribumi.
ku simpan rapat ke dalam otak dan fikiran hati hingga menerobos masuk ke perasaan.
Aku tidak lahir dan tumbuh bersama leluhurku, tapi aku bisa mengetahui karena aku ada dan melihat eksistensi yang terjadi.
Dari gunung lembah hingga ke tanjung menjadi saksi peradaban bumi manusia. Sebelum dan setelah malam menjemput siang untuk pulang. Bapak sering bercerita tentang masa lampau leluhurku. Bagaimana menjaga alam dan bumi manusia agar tetap ada. Maka itu terus ku ingat dan sampai kapan selalu ku ingat.
Ada satu Risalah yg masih ku ingat, teruslah bercerita tentang leluhurmu Kau boleh saja tak percaya Tapi yakinlah,
“aku ada maka alam dan bumi pasti akan selalu ada. Bumi dan alam selalu ada karnah aku ada, bumi dan alam selalu ada walau aku telah tiada.”
Ini sebuah pembeda yang aku tuang dalam cerita. Setiap kali aku menulis kembali tentang leluhur memakai bahasa ibu. Membuatku menjadi tahu dan patuh bahwa sebuah amanah harus disampaikan dan tersampaikan untuk anak bumi manusia di manapun berada.
Aku bercerita tentang alamku, Cendrawasih. Dari kecil aku diajarkan untuk mencintai dan peduli antar sesama.
Adat dan budaya sekitar menjadi pendongkrak tumbuh dewasaku untuk tetap tegak berdiri dan bersikap dewasa menghadapi penguasa yang selalu menjadi maha untuk bumi manusia.
Dan ini untuk penguasa. Janji tinggallah janji. Semua harapan menuju kesejahteraan hanyala ilusi, memaksa indrawi untuk berintuisi hanyala halusinasi. Tuan dan Puan hadir mempromosikan jualan visi untuk mendapatkan kursi serta jabatan. Lalu asik menertawakan rakyat sampai lupa diri.
Menyampaikan risalah tentang cinta dan kasih yang menyayat hati. Bergelora tiada tara memakai retorika yang sulit dipahami.
Memaksa pribumi harus berdamai dengan dirinya sendiri, sendangkan alamnya dengan sadar mata terbuka melihat terus menerus diekslpoitasi. Dan kita menjadi anak tiri yang hidup di negeri kaya raya.
Berjanji memberikan tawaran murah untuk berdiskusi dari hati ke hati. Sungguh bengis kita dipaksa untuk dewasa dan mengerti. Membuat konflik sehingga saling membenci dan mengais sungguh tragis.
Darah dan air mata bagai air hujan yang terus saja mengalir. Luka dan duka masih terus saja menganga. Tanah dan hak-hak ulayat di rampok lalu di diamkan dengan intimidasi dan moncong senjata.
Begitu banyak air mata yang menetes dari orang tua kami. Begitu banyak darah yang tertumpah hinggah membanjiri bumi kami yang di berkati. Begitu banyak nyawa yang berguguran ulah tuan - puan yang mempropaganda kami hingga menjadi konflik yg tidak kami ingini. Tuan dan puan memainkan permainan begitu apik, begitu asik menertawakan sampai menghina kami yg berbeda Ras dengan bahasa Rasis. Sungguh, ini sebuah ketertindasan yang memaksa harus bebas dan berdiri sendiri demi kebenaran dan kemanusiaan.
Kami ingin bebas dan terlepas karena mata hati tdk bisa menipu akal budi. Cermati dan imani lalu berikan perlawanan agar mereka tau kita ada dan berlipat ganda. Menangis untuk negri, menangis untuk bumi manusia yg di tindas semenah menah untuk kepentingan sendiri. Punya hati tapi tdk di gunakan untuk kasih.
Aku kembali untuk menjadi bacaan setiap isi kepala dan isi dada. Peringatan untuk yg duduk manis menuang kopi dan bermain gadis. isi kepala yang ku tuang dalam kata bahasa.
Rasakan isi dada agar kau bisa merasakan perasaan yang sama dengan Pribumi. Aku abadi bersama alam bumi manusia yang berakal Budi pekerti.
Yang terlupakan
Sedikit cerita tentang negeriku yang dibutakan oleh politik, sehingga sejarahku dibutakan oleh negara. Kaimana nama kotanya, "senja indah" julukannya.
Negeri para leluhur
Negeri para raja
Negeri penuh sejarah
Di sana keberagaman suku bangsa adat budaya serta agama masih di pertahankan oleh rakyat menjunjung tinggi nilai leluhur adat budayanya. Indah memang alamnya. Keberagaman dan kekayaan alam Tuhan titipkan di kota kecil yang usinya masih sangatlah remaja: masih sangat belia untuk malu diceritakan. Tapi ketika aku bertolak untuk mengesampingkan malu dan ego. Tiba-tiba aku meneteskan air mata, rasa bangga yang tiada tara. Begitulah kota kecil yang masih remaja di bagian selatan Papua
Berbagai literatur menjelaskan tentang sejarah penjajahan koloni Hindia Belanda pertama kali ke Papua Barat. Tapi tidak menjelaskan dengan detail dimanakah benteng pemerintahan Belanda pertama kali di dirikan di masa itu. Terlepas dari itu, benteng pemerintahan yang didirikan di kampug Lobo/ Triton "Fort Du Bus nama bentengnya 24 Agustus 1828" menandakan ekspansinya koloni Hindia Belanda di tanah Papua pertama kali. Kita mesti berbangga diri karena dari senjahnya kita tercatat di dunia. Namun dibutakan oleh sejarah koloni Indonesia sendiri.
Nama kota dan sejarah kita memang tidak pernah diperkenalkan oleh koloni Indonesia. Atau dibukukan kemudian diajarkan di bangku sekolah. Tapi ingat, sejarah kita tertulis rapi dan tersimpan di perpustakaan Belanda. Kita sebagai generasi yang besar dan tumbuh bersama alamnya. Jangan merasa peka dada dan besar kepala, kalau tidak mengetahui sejarah bangsa sendiri.
Para tetua mengajarkan kita, “bacalah dan sampaikan setiap risalah dan sejarah”. Jangan sampai kita menyesal ketika orang lain yang akan menceritakan dan menjelaskan sejarah bangsa kita. Karena aku sudah merasakan ketika kita buta untuk mencari ilmu pengetahuan. Dan sedihnya lagi ketika orang lain yang menceritakan sejarah kita. Aku hanya tunduk dan patuh, setelah itu aku mencari dan sampaikan seperti para leluhur, para raja, para tetua sampaikan.
Kita adalah anak cucu leluhur. Yang tidak pernah meminta dilahirkan di negara mana. Di daerah mana dengan keadaan apa. Sejatinya kuasa Tuhan telah mengizinkan kita untuk menikmati ciptaa-Nya yang hanya sementara ini.
Kebenaran di tunjang oleh eksistensi ide dan realita yang terjadi. Dunia adalah bahan mentah yang digunakan manusia untuk menciptakan sejarah dan perjalanan kehidupan anak bumi manusia.
Mantap
BalasHapusKeren
BalasHapus