Ilustrasi Masyarakat adat dan Hutan Adat Papua (Foto/Google) |
Oleh : Ernest Pugiye
Dalam kehidupan beradat di Papua, tanah adat bukanlah tanah bebas. Ada dan hidup di Papua, setiap orang mesti mengetahui bahwa tidak pernah ada bagian tanah adat yang sudah tidak memiliki pemilik hak kesulungan. Manurut ajaran adat dari setiap masyarakat suku bangsa di Papua, mereka mengakui tanah adat sebagai kepemilikan bersama. Ada para pemilik pewaris tanah adat di sini.
Kepemilikan ini bersifat abadi dan melekat pada setiap anggota komunitas mayarakat dari suku-suku bangsa di Papua. Sebagai tanah milik bersama yang melekat, tanah adat tidak bisa dijual, dibeli dan tidak dapat digantikan dengan berbagai adanya proses pembangunan pemerintah.
Penghayatan pemerintah terhadap filosofi tanah ini amat menentukan adanya kehidupan yang sejati dan baik bagi mereka. Di dalam realitas tanah adat ini sudah mencakup berbagai dimensi yakni dimensi tanah kesakral, tanah sebagai mama, sebagai tanah leluhur dan sebagai warisan serta tanah sebagai milik kepemilikan suku dan dimensi tanah adat sebagai tanah sejarah yang tidak bisa terlepas dari eksistensi setiap pemiliknya. Namun, dewasa ini sudah banyak orang Papua yang kehilangan tanah adatnya, dan hal itu juga menunjukkan identitas mereka yang mulai terpinggirkan.
Banyak masyarakat Papua hidup di atas tanahnya sendiri namun menderita, menangis dan sengsara karena masih adanya sistem kekuasaan ketidakadilan kepemimpinan dan sistem pemerintah Indonesia yang mengasingkan rakyat dari tanah adat. Inilah yang disebut adanya kebobrokan sistem pemerintah Indonesia bagi Papua. Sama dengan para pemimpin pemerintah Indonesia sebelumnya, realisasi kepemimpinan Presiden Joko “Jokowi” Widodo dan sistemnya yang tidak manusiawi bahkan membuat orang dan eksistensi tanah adat Papua menjadi hancur total.
Mereka masih tidak lagi diperlakukan sebagai manusia adanya. Untuk itu, kesemua kebijakan selama lima tahun kepemimpinan Presiden Jokowi hanya merusak eksistensi Papua dan menjadi jawaban kesejahteraan bagi kepentingan pemerintah Jakarta. Tanah dalam Perspektif Orang Papua Rata-rata semua suku di Papua melihat tanah sebagai sumber kehidupan yang memiliki peranan sangat penting dalam kehidupan mereka.
Tanah menjadi bagian yang tidak terpisahkan dalam kehidupan orang Papua. Maka tanah tidak hanya kepemilikan komunitas etnis bangsa Papua, tetapi juga sebagai mama yang melahirkan kehidupan sejati dan baik bagi setiap anggota komunitas etnis bangsa Papua.
Tanah dipandang amat penting karena selain kepemilikan komunitas suku-suku bangsa Papua, tanah adat juga sebagai warisan leluhur dan sejarah. Pentingnya tanah tersebut mempengaruhi sistem kepemilikan yakni berdasarkan hak ulayat yang sudah dibagi-bagikan menurut suku, klen dan marga. Hal ini menunjukkan bahwa semua tanah di Papua sudah dimiliki oleh hanya orang-orang asli Papua melalui hak ulayat masing-masing suku, klen dan marga yang ada. Bagi orang Papua, tanah adalah seorang mama yang sejati dan baik.
Sebagai mama, ia memilik semua realitas tanah Papua. Tanah sebagai mama yang sejati dan baik sudah memiliki fungsi dan peranan istimewa.
Keistimewaan funggsi tanah sebagai mama ini sudah diimplementasikan dalam kehidupan mereka. Seorang mama akan mengandung kehidupan bagi semua makhluk dan benda di Papua. Tanpa terkecuali, kesemua realitas Papua ini dilahirkan, dijaga dan dibesarkan oleh tanah adat mereka. Tanah sebagai ibu yang memberikan kehidupan mengandung suatu makna hidup sakral. Dalam membangunan kehidupan yang sejati dan baik di tanah adat komunitas suku-suku bangsa Papua, makna sakral ini sudah merupakan suatu pandangan bersama bagi orang asli Papua. Pandangannya dapat disebut pandangan sakralitas tanah adat. Ada banyak rahasia yang diwariskan mereka berdasarkan pandangan sakralitas.
Konstruksi pandangan sakralitas ini masih akan tetap aktual bagi Papua, karena esensi sakralitasnya sudah mengandung peranannya yang begitu kuat dan penting dalam kehidupan orang Papua. Dalam arti ini, mereka mengakui diri sebagai makhluk sakralitas karena dilahirkan di atas dan dalam tanah sakral. Kini mereka tetap bertindak sebagai pewaris nilai-nilai kehidupan yang sakral, sejati dan baik bagi misi Papua damai. Berdasarkan pandangan sakralitas, mereka mengalami hidup yang baik dan sejati.
Bahkan orang asli Papua biasanya mengalami hidup yang sakral dan kudus. Dalam dunia sakralitas, mereka memiliki dan mewujudkan sebuah kehidupan yang baru yakni hidup dalam sistem nilai kekudusan Allah Papua. Dalam usaha menjadikan tanah adat yang sejati dan baik, seorang mama bertugas dan bertanggung jawab untuk memelihara, menjaga mereka dan memberikan makanan kepada mereka. Fungsi seorang mama ini membuat mereka bergeraka maju pada tujuan kebaikan kehidupan dan kekudusan Papua. Karena itu, kehadiran seorang mama menjadi peranan yang sentral bagi eksistensi Papua.
Sentralisasi hidup sejati, baik dan kudus di tanah adat sudah terlukis dan terbentuk secara sistematis sejak adanya awal mula kehidupan baru serta dalam kehidupan yang akan datang. Yang dimaksud kehidupan baru ialah kehidupan berwajah Papua. Kehidupan yang memiliki kharakter HIDUP ke-Papua-an. Dalam pemahaman mendasar ini, orang Papua juga melihat tanah sebagai mama bumi yang melahirkan perdamaian Papua.
Papua damai akan terwujud dari tanah konflik dan kekerasan Indonesia hanya jika tanah adat Papua dipandang dan diperlakukan sebagai mama perdamaian Papua yang menyatukan mereka, membebaskan dan mendamaikan mereka secara komprehensif dan permanen. Mama yang mengandung dan kemudian melahirkan kehidupan sejati bagi orang Papua. Kehidupan yang dimaksudkan adalah kehidupan manusia Papua itu sendiri dan juga kehidupan yang dapat memberikan kehidupan bagi manusia Melanesia Papua.
Mama bumi akan mengandung makanan yang berlimpah. Kemudian, ia (tanah sebagai mama bumi) melahirkannya untuk memberikan nilai kehidupan abadi kepada orang Papua. Bagi orang asli Papua, tanah sebagai mama bumi menjadi sumber inspirasi, hukum dan sumber nilai-nilai kehidupan budaya Papua. Orang asli Papua menyadari bahwa komunitas hutan, hewan dan semua yang telah berada serta seisinya di atas tanah adalah hasil produksi mama bumi. Mama bumi ini menjadi surga Papua di bumi.
Surga bumi hanya untuk orang Papua. Suku-suku bangsa di tempat lain tidak punya hak untuk merampas karena di tanah adat mereka juga ada surga bumi. Tanah Papua sebagai mama sorgawi sudah benar-benar memperlihatkan wajah Allah bagi mereka. Sehingga orang Papua tidak melarat dan tidak kelaparan karena semuanya sudah disediakan oleh Allah dalam dan melalui ibu bumi. Tanah adalah identitas diri orang Papua.
Identitasnya sudah melekat. Kelekatnya sudah tentunya kebangkita hidup kesejatiaan dan kepapuan mereka sebagai satu bangsa dan ras Melanesia Papua. Relasi antara mama bumi dan orang-orang asli Papua sudah tentunya dibangun secara harmonis dan damai. Relasi mereka sudah terwujud dalam bentuk tindakan hidup kasih tanpa pamrih. Hanya orang-orang asli Papua yang sudah memiliki kasih tanpa pamrih karena sudah dibentuk oleh bumi surgawi Papua. Kasih adalah tindak dasar dari mama bumi surga Papua.
Untuk itu, kehidupan orang Papua diaktulisasikan di atas tanah sebagai wujud pembentukan identitas diri mereka. Akar Masalah Tanah Adat Dewasa ini, sudah banyak orang Papua yang mulai menjual tanahnya sendiri. Kebiasaan orang-orang asli Papua untuk menjaga tanah adat, melestarikan dan mengelola tanah adat mereka secara bersama, bertanggung jawab dan bijaksana kini sudah dihancurkan melalui kebijakan pembangunan pemerintah. Kebijakan-kebijakan ini dibuat dari tahun ke tahun dan pergantian pemimpin ke pemimpin Indonesia berikut di Papua. Kesemua kebijakan itu mengandung realitas kematian bagi orang-orang asli dan tanah adat Papua.
Sementara kehidupan yang sejati dan baiknya hanya untuk pemerintah Jakarta dan orang-orang pendatang dari luar Papua. Kini orang-orang asli Papua sudah benar-benar hak-hak asai kehilangan kepemilikan mereka secara total. Tanah-tanah sakral yang sebelumnya dilarang keras secara kolektif untuk membangun rumah, kependudukan warga kini telah berubah menjadi pusat kegiatan pemerintah Indonesia di Papua.
Ada fakta bahwa semua orang pendantang dari berbagai suku-suku di Indonesia telah mendapat tempat tinggal dan berdagang di tanah sakral Papua. Dengan adanya dominasi orang-orang Melayu di Papua dan berbagai prose kebijakan pembangunan, sistem relasi haromanis antara orang asli Papua dan tanah adat sudah telah diputuskan secara total.
Bahkan orang-orang asli Papua pun menjadi minoritas dan lemah sambil menyaksikan kematian mereka dari adanya kegiatan pembangunan pemerintah yang berisi menjawab kepentingan Jakarta dan para kapitalis Melayu di Papua. Pertanyaan fundamentalnya ialah kenapa kesemua akibat-akibat tanah adat Papua ini dirusaki dan dihancurkan secara total?
Bagi orang Papua, akar persoalan tanah adat Papua ialah adanya dominasi penduduk Melayu di Papua. Kesemua kebijakan pembangunan pemerintah dan berbagai kegiatan orang-orang pendatang di Papua adalah hanya pintu masuk akar persoalan tadi. Karena adanya dominasi orang-orang pendang di Papua secara terstruktural, maka kesemua akibat yang tidak manusiawi dan amat memburuk itu dapat muncul kapan dan di mana saja bagi orang-orang asli Papua dan tanah adatnya. Jadi, aktualisasi penguasaan tanah adat karena adanya dominasi orang-orang pendatang dalam berbagai bentuk di Papua itu merupakan akar persolan utama dan pertama dari masalah tanah adat Papua.
Solusi Komprehensif Untuk menyelesaikan dan mencabut akar masalah tanah adat Papua, pemerintah Indonesia segera mengambil dan memberikan solusi komprehensif. Solusi komprehensifnya, menurut kami, ialah pemerintah Indonesia sudah wajib segera mengembalikan orang-orang pendatang dari seantero tanah adat Papua ke tanah asal mereka masingg-masing. Hadir di Papua, orang-orang pendatang sudah tidak hanya cukup berada dalam hidup berkelimpahan, tetapi juga sudah mereka hidup kaya - berlimpah melebihi batas kecukupan.
Mereka malahan menindas dan membuat miskin orang-orang asli Papua dalam sejarah yang paling panjang. Padahal Papua sebenarnya bukan milik orang-orang pendatang yang ber-ras Melayu.
Tanah Papua berada hanya dari dan untuk orang asli Papua. Kita sudah mengetahui bersama bahwa akan banyak akibat keburukan yang bermunculan di masa yang akan datang bagi orang-orang Melanesia Papua hanya jika orang-orang Melayu masih tetap tinggal, hidup dan berada serta tetap berdagang di seantero Papua. Karena Papua adalah hanya tungku api kehidupan orang-orang asli Papua. Karena itu, orang Papua harus mulai menjaga, mengelola dan melestarikan tanahnya sendiri sambil mengisir orang-orang melayu bersama pemerintah Indonesia dari sini, Papua.
Agenda mengembalikan dan mengusir orang-orang Melayu dari seantero tanah adat Papua ke tanah asal mereka merupakan wujud konkret dan gerakan bersama dari substansi UU No.21 tahun 2001 tentang Otonomi Khusus bagi Papua dan Papua Barat. Berdasarkan substansi UU Otonomi Khusus, orang-orang asli Papua sudah harus segera menjadi pemimpin dan tuan milik tanah adatnya sendiri.
Kamu pemerintah tidak boleh lagi membahas substani UU Otsus bagi Jakarta dan orang-orang Melayu di Papua. Namun kamu segera bertindak membiayai orang-orang Melayu pulang kembali dari Papua ke tanah asal mereka masing-masing. Jika akar persoalan ini tidak dicabut dengan mengembalikan orang-orang Melayu dari seantero Papua, maka Papua sebagai surga “Melanesia Papua” di bumi Cenderawasih akan berubah menjadi kutukan bagi orang asli Papua sendiri.
Penulis adalah Guru SMA Negeri 1 Dogiyai dan alumnus pada Mahasiswa STFT “Fajar Timur” Abepura
Tidak ada komentar
Posting Komentar